Mahkamah Agung Peru memerintahkan mantan presiden Pedro Castillo untuk tetap ditahan selama 18 bulan mendatang setelah penangkapannya pekan lalu. Penangkapannya itu telah memicu kerusuhan mematikan di negara Amerika Selatan tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, Jumat (16/12/2022), Castillo dicopot dari jabatannya dan ditahan setelah dia mencoba membubarkan badan legislatif, dalam apa yang dikatakan lawan sebagai upaya untuk menghindari pemungutan suara pemakzulan, di tengah beberapa penyelidikan dugaan korupsi.
Jaksa penuntut umum Alcides Diaz mengatakan, mantan guru sekolah itu dituduh melakukan pemberontakan dan konspirasi dan dapat dipenjara hingga 10 tahun jika terbukti bersalah.
Dalam persidangan pada Kamis (15/12) waktu setempat, Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permintaan jaksa penuntut untuk menahan Castillo. Hakim mengatakan dia berisiko melarikan diri setelah mencoba mencari suaka di kedutaan Meksiko di Lima, ibu kota Peru. Perintah penahanan pun diperpanjang hingga Juni 2024 mendatang.
Pencopotan Castillo dari jabatannya telah memicu aksi-aksi protes yang diwarnai kerusuhan di seluruh negeri, dengan jumlah kematian sekarang mencapai 10 orang, menurut Kementerian Kesehatan Peru. Ribuan orang berunjuk rasa setiap hari di seluruh negeri meskipun keadaan darurat negara telah diberlakukan, termasuk di ibu kota Lima.
Ombudsman negara itu menyebutkan jumlah korban luka mencapai 340 orang. Kepolisian mengatakan bahwa setidaknya setengah dari jumlah itu berasal dari jajaran mereka.
Para pendukung Castillo - puluhan di antaranya telah berkemah di luar penjara di Lima, tempat dia ditahan - tetap tidak terpengaruh dan tidak menyerah.
"Presiden telah diculik. Tidak ada kata lain untuk itu," cetus Lucy Carranza, 41 tahun, salah seorang demonstran di Lima.
(ita/ita)