Soma Hakimzada, seorang jurnalis berusia 32 tahun kelahiran Kurdi Irak dari orang tua yang kabur dari Iran, juga tidak terlalu antusias dengan kabar itu.
"Saya pikir para wanita tidak mengapresiasi pengumuman Iran," kata Hakimzada, yang berharap agar langkah semacam itu tidak akan menyurutkan semangat unjuk rasa di Iran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reaksi warga Iran lainnya cukup beragam. "Jika kita ingin memiliki polisi moral, itu harus dilakukan dengan kata-kata lembut," tutur Wahid Sarabi, seorang warga Hamedan, Iran yang kini tinggal di kota suci Najaf di Irak.
Sementara Younis Radoui (36) yang berasal dari Mashhad, Iran, memandang bahwa aturan hukum di Iran 'menerapkan penghormatan untuk hijab -- dan oleh karena itu, semua warga harus menghormati hukum dan hijab'.
Sebelumnya diberitakan bahwa pernyataan Montazeri soal pembubaran polisi moral menuai bantahan dari media pemerintah Iran, Al-Alam, seperti dikutip media ternama CNN. Ditegaskan Al-Alam bahwa Kementerian Dalam Negeri yang mengawasi polisi moral, bukan otoritas kehakiman.
"Tidak ada pejabat Republik Iran yang mengatakan bahwa Patroli Bimbingan (polisi moral-red) telah ditutup," tegas Al-Alam dalam laporannya pada Minggu (4/12) sore waktu setempat. CNN telah menghubungi Kementerian Dalam Negeri Iran, namun belum mendapatkan jawaban.
(nvc/ita)