Parlemen dan otoritas kehakiman Iran dilaporkan tengah meninjau aturan hukum yang mewajibkan perempuan di negara itu mengenakan hijab di tempat umum. Peninjauan aturan wajib hijab ini diungkap oleh Jaksa Agung Iran hampir bersamaan dengan pengumuman pembubaran polisi moral.
Seperti dilansir CNN dan AFP, Senin (5/12/2022), Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri mengungkapkan bahwa 'baik parlemen dan otoritas kehakiman tengah bekerja' membahas soal apakah aturan hukum yang mewajibkan perempuan menutup kepala mereka perlu diubah.
"Kami tahu Anda merasa sedih ketika melihat (perempuan) tanpa hijab di kota-kota, Anda pikir para pejabat diam soal hal itu? Sebagai seseorang yang bergerak dalam bidang masalah ini, saya mengatakan bahwa baik parlemen dan otoritas kehakiman tengah bekerja, sebagai contoh, kemarin kami menggelar pertemuan dengan komisi kebudayaan dalam parlemen, dan Anda akan melihat hasilnya dalam satu atau dua minggu ke depan," ucap Montazeri dikutip kantor berita ISNA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan apa yang akan terjadi pada undang-undang (UU) yang berlaku setelah Revolusi Islam tahun 1979 silam itu, jika memang nantinya disepakati adanya perubahan.
Meskipun pada Sabtu (3/12) waktu setempat, Presiden Ebrahim Raisi secara terpisah menyatakan bahwa Republik Iran dan pondasi Islam telah mengakar secara konstitusional' tetapi ada metode penerapan konstitusi yang bisa fleksibel'.
Pemakaian hijab di tempat umum diwajibkan bagi setiap perempuan di Iran sejak tahun 1983 silam, dengan polisi moral mengawal penegakan aturan tersebut. Awalnya, polisi moral merilis peringatan sebelum mulai menindak dan menangkap perempuan yang melanggar aturan sekitar 15 tahun yang lalu.
Pernyataan soal peninjauan aturan hijab itu disampaikan Montzaeri setelah dia mengumumkan pembubara polisi moral. Dalam pernyataan saat menghadiri konferensi keagamaan pada Minggu (4/12), Montazeri menyebut polisi moral telah dibubarkan ketika ditanya wartawan apakah polisi moral telah bubar.
"Polisi moral tidak ada hubungannya dengan peradilan. Itu telah dihapuskan dari tempat yang sama itu diluncurkan," tegas Montazeri dalam pernyataan yang dikutip kantor berita ISNA.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Kala Iran Sindir Negara Barat yang Ikut Campur Polemik soal Hijab':
"Tentu saja, kehakiman akan terus memantau perilaku masyarakat," imbuhnya.
Pernyataan Montazeri itu dibantah oleh media pemerintah Iran, Al-Alam, yang menegaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri yang mengawasi polisi moral, bukan otoritas kehakiman.
Aturan wajib hijab dan polisi moral yang ditakuti memicu unjuk rasa besar-besaran di Iran setelah kematian wanita muda bernama Mahsa Amini (22) pada 16 September lalu. Amini dilaporkan tewas beberapa hari setelah ditangkap dan ditahan polisi moral karena dugaan melanggar aturan wajib hijab.
Unjuk rasa yang kebanyakan dipimpin kaum wanita itu disebut 'kerusuhan' oleh otoritas Iran. Para demonstran wanita ramai-ramai mencopot dan membakar hijab yang mereka kenakan, dengan demonstran lainnya meneriakkan slogan antipemerintah.
Situasi itu juga mendorong semakin banyak perempuan Iran yang tidak mematuhi aturan hijab, terutama di beberapa bagian wilayah Teheran.