Tiga terpidana mati mengajukan gugatan terhadap pemerintah Jepang pada hari Selasa (29/11) terkait hukuman gantung. Mereka menyebut eksekusi mati dengan cara digantung adalah kejam dan harus dihapuskan.
Dilansir kantor berita AFP, Selasa (29/11/2022), Jepang adalah salah satu dari sedikit negara ekonomi maju yang masih menerapkan hukuman mati. Di negeri Sakura itu, hukuman gantung telah menjadi satu-satunya metode eksekusi mati selama sekitar satu setengah abad.
Ketiga napi di pusat penahanan Osaka, yang identitasnya belum diungkapkan itu, menuntut penghapusan eksekusi mati dengan cara digantung. Demikian diungkapkan pengacara ketiga napi tersebut, Kyoji Mizutani kepada AFP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mizutani mengatakan, mereka juga menuntut kompensasi sebesar 33 juta yen (US$ 238.000), untuk tekanan psikologis yang disebabkan sejak mereka dijatuhi hukuman mati pada tahun 2000.
Jika mereka memenangi gugatan hukum, maka itu akan memaksa perombakan undang-undang eksekusi mati di Jepang, di mana dukungan publik tinggi untuk hukuman mati meskipun ada kritik internasional.
Hingga saat ini terhitung lebih dari 100 napi di Jepang menunggu eksekusi mati, termasuk banyak pembunuh berantai.
Eksekusi mati di Jepang biasanya dilaksanakan lama setelah penjatuhan vonis mati. Narapidana ditahan selama bertahun-tahun di sel isolasi dan hanya diberitahu tentang eksekusi mati beberapa jam sebelumnya.
Lihat juga Video: Yen Anjlok Bikin Orang Jepang Berburu iPhone Bekas
Tahun lalu, dua tahanan mengajukan gugatan terpisah terhadap sistem pemberitahuan yang lambat itu, dengan alasan bahwa hal itu menyebabkan penderitaan psikologis.
Mizutani menyerukan lebih banyak "diskusi terbuka" seputar hukuman mati di Jepang, yang sering kali dirahasiakan.
Pada bulan Juli, negara tersebut mengeksekusi mati seorang pria yang dihukum mati karena membunuh tujuh orang dalam serangan pada tahun 2008 di distrik Akihabara, Tokyo.
Tiga tahanan lainnya digantung pada Desember 2021 -- eksekusi pertama setelah terhenti dua tahun dan yang pertama diperintahkan di masa pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida.