Pemulangan warga negara asing, terutama wanita dan anak-anak, terkait kelompok Islamic State atau ISIS dari kamp-kamp penahanan di Suriah bagian timur laut mencetak rekor tertinggi sepanjang tahun 2022 ini. Lebih dari 500 wanita dan anak-anak dipulangkan dari kamp di Suriah itu ke berbagai negara.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (8/11/2022), ribuan warga negara asing, termasuk wanita dan anak-anak, pergi ke Suriah untuk tinggal dalam apa yang disebut sebagai 'kekhalifahan' ISIS hingga tahun 2019 lalu, ketika pasukan Kurdi yang didukung Amerika Serikat (AS) merebut kembali wilayah terakhir yang dikuasai ISIS.
Para wanita dan anak-anak yang melarikan diri ditempatkan dalam kamp-kamp penahanan yang penuh sesak dan dikelola oleh otoritas Kurdi dan LSM internasional, yang mendorong adanya repatriasi karena meningkatnya tindak kekerasan dan kondisi mengerikan di kamp-kamp itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah-pemerintah asing merespons dengan lambat, karena mengkhawatirkan ancaman keamanan dan reaksi publik atas pemulangan individu-individu yang telah diradikalisasi oleh ISIS itu.
Namun respons mulai meningkat tahun ini, dengan data statistik otoritas Kurdi menyebutkan sekitar 517 wanita dan anak-anak telah dipulangkan dari kamp-kamp ISIS di Suriah.
Angka itu mencakup lebih dari 100 orang yang dipulangkan ke Prancis dan lebih dari 50 orang yang dipulangkan ke Jerman. Lebih dari 150 orang lainnya dipulangkan ke Tajikistan -- pertama kali untuk negara bekas Uni Soviet itu.
Total pemulangan warga negara asing dari Suriah untuk tahun 2022 itu tercatat meningkat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tercatat bahwa sekitar 324 individu dipulangkan tahun 2021, 281 individu dipulangkan tahun 2020, dan 342 individu dipulangkan tahun 2019 lalu.
Simak juga 'Kala Sel-sel Kelompok ISIS Lakukan Aksi Pembunuhan di Kamp Pengungsi Suriah':
Seorang pejabat senior otoritas Kurdi di Suriah, Badran Jia Kurd, menuturkan kepada Reuters bahwa lebih dari 10.000 wanita dan anak-anak berkewarganegaraan asing masih berada di kamp Al-Hol dan Roj.
Kepala divisi kontra terorisme Human Rights Watch, Letta Tayler, menyebut peningkatan itu mungkin disebabkan oleh kritikan yang dilontarkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Pengadilan HAM Eropa terhadap negara-negara Eropa yang gagal memulangkan warganya dari kamp-kamp di Suriah.
Menurut Tayler, negara-negara asing telah menemukan adanya kerangka hukum untuk mengadili dan memenjarakan orang-orang yang bepergian ke wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai ISIS, sehingga membuat pemerintah negara asing lebih bersedia memulangkan mereka.