Rusia tengah melobi agar voting yang akan dilakukan Majelis Umum PBB minggu depan untuk mengutuk langkah Moskow mencaplok empat wilayah di Ukraina, dilakukan secara rahasia, bukan publik.
Dilansir kantor berita Reuters, Kamis (6/10/2022), Ukraina dan sekutunya mengecam referendum di Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia sebagai ilegal dan memaksa. Sebuah resolusi Majelis Umum PBB yang dirancang Barat akan mengutuk "apa yang disebut referendum ilegal" Rusia tersebut dan "upaya pencaplokan ilegal" dari daerah-daerah di mana pemungutan suara terjadi.
"Ini jelas merupakan perkembangan yang dipolitisasi dan provokatif yang bertujuan memperdalam perpecahan di Majelis Umum dan membuat keanggotaannya semakin terpisah," tulis Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dalam sebuah surat kepada negara-negara anggota PBB, dilihat oleh Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dubes Rusia itu berpendapat bahwa pemungutan suara rahasia diperlukan karena lobi Barat berarti bahwa "mungkin sangat sulit jika posisi diungkapkan secara terbuka." Para diplomat mengatakan Majelis Umum kemungkinan harus memberikan suara secara terbuka tentang apakah akan mengadakan pemungutan suara rahasia. Majelis Umum PBB beranggotakan 193 negara.
Sebelumnya, Rusia memveto resolusi serupa di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara pekan lalu.
Langkah-langkah di PBB ini mencerminkan apa yang terjadi pada tahun 2014 setelah Rusia mencaplok Krimea, Ukraina. Di Dewan Keamanan PBB, Rusia memveto rancangan resolusi yang menentang referendum tentang status Krimea dan mendesak negara-negara untuk tidak mengakuinya.
Simak Video: Momen Tentara Ukraina Diserang Pasukan Rusia saat Melintas di Hutan
Majelis Umum PBB kemudian mengadopsi resolusi yang menyatakan referendum itu tidak sah dengan 100 suara mendukung, 11 menentang dan 58 abstain formal, sementara dua lusin negara tidak ambil bagian.
Rusia telah berusaha untuk mengurangi isolasi internasionalnya setelah hampir tiga perempat negara anggota Majelis Umum PBB memilih untuk menegur Moskow dan menuntutnya menarik pasukannya dalam waktu seminggu setelah invasi 24 Februari ke Ukraina.
Menjelang voting Majelis Umum PBB pada bulan April lalu untuk menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia, Moskow memperingatkan negara-negara bahwa suara ya atau abstain akan dipandang sebagai "tidak bersahabat" dengan konsekuensi bagi hubungan mereka.