Demonstrasi yang berujung ricuh terjadi di Irak. Belasan orang tewas akibat demonstrasi tersebut.
Kericuhan itu diawali unjuk rasa para pendukung ulama Syiah Irak, Muqtada al-Sadr, yang mengundurkan diri dari politik Irak. Para demonstran itu menyerbu istana pada Senin (29/8/2022).
Berikut lima fakta terkait demonstrasi berujung tewasnya belasan orang:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Berawal dari Ulama Syiah Mundur dari Politik Irak
Dilansir dari Associated Press, Senin (29/8/2022), demonstrasi itu dipicu pengumuman mundurnya ulama Syiah yang berpengaruh dari politik Irak. Pengumuman itu kemudian mendorong ratusan pengikutnya yang marah menyerbu istana pemerintah dan memicu bentrokan dengan pasukan keamanan hingga menewaskan sedikitnya lima pengunjuk rasa.
Para pengunjuk rasa yang setia kepada ulama bernama Muqtada al-Sadr itu merobohkan penghalang di luar istana pemerintah dengan tali dan menerobos gerbang istana. Banyak yang bergegas ke aula marmer istana yang merupakan tempat pertemuan utama bagi para kepala negara Irak dan pejabat asing.
2. Tewaskan 15 Orang
Dilansir AFP, Selasa (30/8/2022), otoritas medis setempat menyebut sedikitnya 15 pendukung al-Sadr tewas ditembak. Selain itu, ada 350 orang demonstran lainnya mengalami luka-luka dengan beberapa orang mengalami luka tembak dan yang lain menghirup gas air mata.
Kerusuhan itu terjadi di Zona Hijau Baghdad yang diketahui menjadi lokasi kantor pemerintahan Irak dan misi-misi diplomatik asing. Situasi semakin kacau saat gempuran melanda area itu, dengan laporan sumber keamanan setempat pada Senin (29/8) malam menyebut setidaknya tujuh proyektil jatuh di area Zona Hijau Baghdad. Tidak diketahui secara jelas siapa yang bertanggung jawab di balik gempuran itu.
Protes juga pecah di provinsi selatan mayoritas Syiah dengan pendukung al-Sadr membakar ban dan memblokir jalan di provinsi kaya minyak Basra dan ratusan berdemonstrasi di luar gedung gubernur di Missan. Iran menganggap ketidakharmonisan intra-Syiah sebagai ancaman terhadap pengaruhnya di Irak dan telah berulang kali berusaha untuk menengahi dialog dengan al-Sadr.
Lihat video 'Tak Hanya Senjata, Bentrok Kubu Bersenjata di Irak Gunakan Roket':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
3. Tentang al-Sadr
Dilansir Associated Press, Pemerintah Irak menemui jalan buntu sejak partai al-Sadr memenangkan kursi terbesar dalam pemilihan parlemen Oktober. Namun, kemenangan itu tidak cukup untuk mengamankan pemerintahan mayoritas. Penolakan al-Sadr untuk bernegosiasi dengan saingan Syiah yang didukung Iran dan keluar dari perundingan telah melambungkan negara itu ke dalam ketidakpastian politik di tengah meningkatnya perselisihan intra-Syiah.
Selama ini, al-Sadr telah membungkus retorikanya dengan agenda nasionalis dan reformasi yang bergema kuat di antara basis akar rumputnya yang berasal dari sektor masyarakat termiskin Irak dan secara historis telah dikucilkan dari sistem politik. Mereka menyerukan pembubaran parlemen dan pemilihan awal tanpa partisipasi kelompok-kelompok yang didukung Iran, yang mereka anggap bertanggung jawab atas status quo.
Al-Sadr memperoleh kekuatan politiknya dari pengikut akar rumput yang besar, tetapi dia juga memimpin sebuah milisi. Dia juga mempertahankan tingkat pengaruh yang besar dalam lembaga-lembaga negara Irak melalui penunjukan posisi kunci di pegawai negeri sipil. Saingannya yang didukung Iran juga memiliki kelompok milisi.
4. Militer Terapkan Jam Malam
Militer Irak dengan cepat mengumumkan jam malam nasional mulai pukul 7 malam waktu setempat. Pemerintah meminta para pendukung ulama itu untuk segera mundur dari zona pemerintah yang dijaga ketat dan menahan diri 'untuk mencegah bentrokan atau pertumpahan darah Irak'.
"Pasukan keamanan menegaskan tanggung jawab mereka untuk melindungi lembaga pemerintah, misi internasional, properti publik dan swasta," kata pernyataan itu.
5. PBB Minta Semua Tahan Diri
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres menyerukan agar semua pihak menahan diri dan 'mengambil langkah segera untuk meredakan situasi'. Dalam pernyataan via juru bicaranya, Guterres menyatakan telah 'memantau dengan keprihatinan aksi protes yang berlangsung di Irak saat ini, di mana para demonstran memasuki gedung-gedung pemerintah'.
"Dia menyerukan semuanya tenang dan menahan diri, dan mendorong semua pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah segera untuk meredakan situasi dan menghindari kekerasan apapun," demikian pernyataan Guterres via juru bicaranya, Stephane Dujarric.
"Sekretaris Jenderal sangat mendesak semua pihak untuk mengatasi perbedaan mereka dan untuk terlibat, tanpa penundaan lebih lanjut, dalam dialog yang damai dan inklusif dengan cara yang konstruktif ke depan," imbuh pernyataan itu.