Berseberangan Sikap Prancis dan Iran soal Penikaman Salman Rushdie

Berseberangan Sikap Prancis dan Iran soal Penikaman Salman Rushdie

Novi Christiastuti - detikNews
Sabtu, 13 Agu 2022 21:16 WIB
Siapa Salman Rushdie, penulis novel Ayat-Ayat Setan yang ditikam di atas panggung?
Salman Rushdie (Foto: BBC World)
New York -

Penulis novel kontroversial 'The Satanic Verses' atau 'Ayat-ayat Setan', Salman Rushdie, ditikam saat berada di atas panggung di New York, Amerika Serikat (AS). Peristiwa itu pun memicu perbedaan sikap antara Iran dan Prancis.

Dilansir AFP, Sabtu (13/8/2022), penulis asal Inggris itu ditikam di bagian leher saat sedang berada di sebuah acara sastra pada hari Jumat di negara bagian New York barat. Rushdie kemudian dilarikan ke rumah sakit setempat menggunakan helikopter.

Gubernur New York Kathy Hochul mengatakan Rushdie masih hidup. Dia mengutuk kekerasan yang terjadi pada Rushdie.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami mengutuk semua kekerasan, dan kami ingin orang-orang dapat merasakan kebebasan untuk berbicara dan menulis kebenaran," katanya.

Polisi yang berada di lokasi Rushdie akan memberikan ceramah segera menahan tersangka. Polisi tidak memberikan rincian tentang identitas tersangka atau kemungkinan motif lainnya.

ADVERTISEMENT

Penyelidikan Masih Dilakukan

Polisi setempat masih melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Seorang tersangka sudah diamankan.

"Seorang tersangka laki-laki berlari ke atas panggung dan menyerang Rushdie dan seorang pewawancara. Rushdie menderita luka tusuk di leher, dan diangkut dengan helikopter ke rumah sakit daerah. Kondisinya belum diketahui," kata polisi dalam sebuah pernyataan.

Diketahui, Salman pernah menulis 'The Satanic Verses' tahun 1988. Novel itu dikecam oleh sebagian umat Islam karena dianggap tidak menghormati Nabi Muhammad.

PM Inggris Kaget Rushdie Ditikam

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengaku kaget dengan penikaman yang dialami Salman Rushdie di New York. Dilansir AFP, Sabtu (13/8/2022) hal itu disampaikan Johnson melalui unggahan di Twitter-nya.

"Mengerikan bahwa Sir Salman Rushdie telah ditikam saat menjalankan hak yang tidak boleh kita hentikan," cuit Johnson.

"Saat ini pikiran ku tertuju pada orang yang dicintainya. Kami semua berharap dia baik-baik saja," sambungnya.

Dukungan untuk Rushdie dari Macron

Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebut sosok Rushdie, yang kini dirawat di rumah sakit, sebagai sosok yang mampu 'mewujudkan kebebasan'.

Dilansir AFP, Sabtu (13/8/2022), Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan dukungannya untuk Rushdie via Twitter. Sosok Rushdie, katanya, telah mewujudkan kebebasan.

"Selama 33 tahun, Salman Rushdie telah mewujudkan kebebasan dan perjuangan melawan obskurantisme... Perjuangannya adalah milik kita, perjuangan universal. Lebih dari sebelumnya, kita berada di sisinya," tulis Macron dalam pernyataannya.

Media Iran Puji Penusukan

Surat kabar ultra-konservatif Iran, Kayhan, melontarkan pujian untuk pelaku yang menikam Salman Rushdie hingga luka-luka dan kini dirawat di rumah sakit. Sosok Rushdie diketahui telah menjadi target fatwa Iran sejak tahun 1989 silam yang menyerukan pembunuhannya.

"Bravo untuk pria pemberani dan sadar akan tugasnya yang menyerang Salman Rushdie yang murtad dan bejat di New York," tulis surat kabar Kayhan, yang pemimpin redaksinya ditunjuk oleh pemimpin tertinggi Iran saat ini, Ayatollah Ali Khamenei, seperti dilansir AFP.

"Mari kita cium tangan orang yang mengoyak leher musuh Tuhan dengan pisau," imbuh surat kabar Kayhan dalam tulisannya.

Siapa Salman Rushdie? Simak di halaman selanjutnya.

Siapa Salman Rushdie?

Dilansir BBC, Salman Rushdie yang menghadapi ancaman pembunuhan selama lebih 30 tahun setelah menulis novel Ayat-Ayat Setan (The Satanic Verses) diserang di sebuah panggung di Negara Bagian New York, Amerika Serikat. Pemenang Booker Prize berusia 75 tahun itu hadir dalam suatu acara di Chautauqua Institution saat penyerangan terjadi.

Agen Salman Rushdie mengatakan sang penulis dirawat dengan ventilator dan tidak bisa bicara. Dia menambahkan Rushdie mungkin akan kehilangan satu matanya.

"Salman kemungkinan akan kehilangan satu mata; syaraf di tangannya putus; dan livernya ditikam dan rusak," kata Andrew Wylie dalam sebuah pernyataan.

Rushdie ditikam setidaknya satu kali di bagian leher dan abdomen, kata pihak berwenang. Dia dibawa ke rumah sakit di Erie, Pennsylvania, dengan helikopter.

Para saksi mata mengatakan Rushdie ditikam berkali-kali oleh orang bertopeng ketika novelis itu akan memberikan ceramah.

Dewan Muslim Inggris mengecam serangan itu dan mengatakan "kekerasan seperti itu salah dan pelakunya harus diadili."

Salman Rushdie merupakan penulis kelahiran India. Selama lima dekade, dia banyak mendapat ancaman pembunuhan karena novel-novelnya. Banyak bukunya sangat berhasil, seperti novel keduanya Midnight's Children (Anak-Anak Tengah Malam), meraih Booker Prize pada 1981.

Namun novel keempatnya, The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), yang diterbitkan pada 1988 adalah karya Rushdie yang paling kontroversial. Akibat berbagai ancaman terhadap nyawanya, Rushdie terpaksa bersembunyi dan pemerintah Inggris menempatkannya di bawah perlindungan polisi.

Pemerintah Inggris dan Iran memutus hubungan diplomatik namun para penulis Barat mengecam ancaman kebebasan berekspresi. Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, pernah mengeluarkan fatwa yang menyerukan pembunuhan Rushdie pada 1989 - satu tahun setelah novel diterbitkan.

Simak mengapa karyanya dianggap kontroversial di halaman selanjutnya.

Kenapa Novel Salman Rushdie Kontroversial?

Salman Rushdie yang lahir di Bombay, dua bulan sebelum kemerdekaan India dari Inggris, merupakan penulis yang berasal dari keluarga Muslim. Namun, dia menyebut dirinya 'ateis garis keras'.

Pada usia 14 tahun, dia dikirim ke Inggris dan mendapatkan gelar sarjana sejarah di Kings College, Cambridge. Dia kemudian menjadi warga negara Inggris.

Di Inggris, dia sempat menjadi aktor dan kemudian menjadi penulis iklan sambil menulis novel.

Ketika Ayat-Ayat Setan diterbitkan dan menimbulkan kecaman dari dunia Muslim karena dianggap sebagai penistaan agama. India adalah negara pertama yang melarang novel tersebut, diikuti dengan Pakistan dan berbagai negara muslim lain.

Novel ini dipuji sejumlah pihak dan memenangkan penghargaan Whitbread. Namun, kecaman terhadap buku ini semakin meningkat dan dua bulan kemudian setelah penerbitan, banyak aksi protes di jalan-jalan.

Salah satu hal yang dianggap penghujatan adalah karakter dua perempuan penghibur dalam buku itu dinamai sesuai dengan nama istri-istri Nabi Muhammad. Pada Januari 1989, warga Muslim di Bradford, Inggris membakar buku tersebut dan toko buku WHSmith menghentikan pajangan buku.

Rushdie sendiri menolak tudingan bahwa buku itu penghujatan. Pada bulan Februari 1989, sejumlah orang meninggal dalam kerusuhan anti-Rushdie. Di Teheran, Kedutaan Inggris dilempari batu.

Di Inggris sendiri, sejumlah pemuka Muslim mendesak warga menahan diri sementara yang lainnya mendukung Ayatollah. Amerika Serikat, Prancis dan negara-negara Barat lain mengecam ancaman hukuman mati itu.

Rushdie sendiri - yang saat ini masih dalam persembunyian bersama istrinya dan dilindungi polisi - menyatakan penyesalan mendalam karena menyebabkan kemarahan. Namun Ayatollah kembali menyerukan agar penulis ini pantas mati. Tetapi, novel ini laris dibeli di Inggris dan Amerika.

Halaman 2 dari 3
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads