Surat kabar ultra-konservatif Iran, Kayhan, melontarkan pujian untuk pelaku yang menikam novelis Salman Rushdie hingga luka-luka dan kini dirawat di rumah sakit. Sosok Rushdie diketahui telah menjadi target fatwa Iran sejak tahun 1989 silam yang menyerukan pembunuhannya.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (13/8/2022), Rushdie yang berusia 75 tahun kini tengah menjalani perawatan medis di rumah sakit usai ditikam seorang pria saat menghadiri sebuah acara bincang-bincang di New York, Amerika Serikat (AS), pada Jumat (12/8) waktu setempat.
Agen buku Rushdie, Andrew Wylie, dalam pernyataan via email sebelumnya menyebut Rushdie harus menjalani operasi selama berjam-jam dan kini dirawat dengan menggunakan ventilator. Wylie juga menyebut Rushdie kemungkinan akan kehilangan salah satu matanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku penikaman yang diidentifikasi sebagai Hadi Matar (24) dari Fairview, New Jersey, telah ditangkap polisi AS usai melakukan aksinya. Pelaku diketahui sengaja membeli tiket acara yang dihadiri Rushdie untuk melancarkan serangannya. Namun motif penikaman itu belum diketahui secara jelas.
"Bravo untuk pria pemberani dan sadar akan tugasnya yang menyerang Salman Rushdie yang murtad dan bejat di New York," tulis surat kabar Kayhan, yang pemimpin redaksinya ditunjuk oleh pemimpin tertinggi Iran saat ini, Ayatollah Ali Khamenei.
"Mari kita cium tangan orang yang mengoyak leher musuh Tuhan dengan pisau," imbuh surat kabar Kayhan dalam tulisannya.
Kepolisian AS sebelumnya menyatakan tengah bekerja sama dengan para penyidik federal untuk mencari tahu motif penikaman Rushdie itu. Pihak kepolisian setempat juga tidak menyebut lebih lanjut soal senjata yang digunakan pelaku dalam serangannya ini.
![]() |
Lihat juga Video: Penulis yang Dinilai Menghina Islam Ditusuk di Atas Panggung New York
Sosok Rushdie yang dikenal sebagai novelis peraih penghargaan di Barat, juga menjadi sosok kontroversial usai menerbitkan buku keempatnya, sebuah novel, berjudul 'Ayat-ayat Setan' (The Satanic Verses) tahun 1988. Novel itu menuai reaksi keras umat Muslim karena dianggap tidak menghormati Nabi Muhammad SAW.
Rushdie harus hidup dalam persembunyian selama lebih dari 30 tahun terakhir, terutama setelah tahun 1989 -- beberapa bulan usai novel 'Ayat-ayat Setan' terbit -- pemimpin tertinggi Iran saat itu, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan fatwa yang menyerukan umat Muslim untuk membunuh Rushdie.
Fatwa yang dirilis Khomeini itu juga menyerukan pembunuhan terhadap siapapun yang terlibat dalam penerbitan buku itu karena penistaan agama.
Rushdie mulai bisa keluar dari persembunyian akhir tahun 1990-an setelah pemerintah Iran saat itu yang dipimpin Presiden Mohammed Khatami yang beraliran reformis meyakinkan Inggris, yang menjadi tempat tinggal Rushdie selama bertahun-tahun, bahwa Iran tidak akan menerapkan fatwa Khomeini.
Namun tahun 2005, Khamenei yang menjabat pemimpin tertinggi Iran menyatakan dirinya masih meyakini Rushdie seorang murtad, yang pembunuhannya akan diizinkan dalam Islam.
Selain surat kabar Kayhan, mayoritas media Iran menggunakan cara penulisan berita yang sama dengan menyebut Rushdie sebagai 'murtad'. Namun otoritas Iran sendiri belum memberikan komentar resmi soal penikaman Rushdie tersebut.