Rusia Dituduh Sengaja Lancarkan Serangan dari Dekat PLTN Ukraina

Rusia Dituduh Sengaja Lancarkan Serangan dari Dekat PLTN Ukraina

Novi Christiastuti - detikNews
Selasa, 02 Agu 2022 13:29 WIB
Zaporizhzhia Nuclear Power Plant is seen from an embankment of the Dnipro river in the town of Nikopol, as Russias attack on Ukraine continues, in Dnipropetrovsk region, Ukraine July 20, 2022. REUTERS/Dmytro Smolienko
PLTN Zaporizhzhia terlihat dari seberang Sungai Dnipro di Nikopol, Ukraina (dok. REUTERS/Dmytro Smolienko)
New York -

Amerika Serikat (AS) menuduh Rusia menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) terbesar di Ukraina sebagai 'perisai nuklir' dengan menempatkan tentaranya di sana. Situasi itu membuat pasukan Ukraina tidak bisa melancarkan serangan balasan karena berisiko memicu insiden nuklir yang mengerikan.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (2/8/2022), Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken mengatakan AS 'sangat prihatin' bahwa PLTN Zaporizhzhia sekarang menjadi salah satu pangkalan militer Rusia yang digunakan untuk melancarkan serangan terhadap pasukan Ukraina di dekatnya.

Pada Maret lalu, Rusia dituduh melancarkan gempuran berbahaya yang sangat dekat dengan PLTN itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentu saja Ukraina tidak bisa membalas serangan supaya jangan terjadi insiden mengerikan yang melibatkan pembangkit nuklir," ucap Blinken kepada wartawan usai menghadiri pembicaraan nonproliferasi nuklir di markas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York pada Senin (1/8) waktu setempat.

Blinken menyebut tindakan Rusia itu lebih parah daripada penggunaan 'perisai manusia'. Dia menyebut Rusia telah menggunakan 'perisai nuklir'.

ADVERTISEMENT

Misi Rusia untuk PBB menolak keras tuduhan Blinken tersebut.

"Kami berulang kali menyatakan bahwa tindakan angkatan bersenjata kami sama sekali tidak merusak keamanan nuklir Ukraina atau menghalangi operasi rutin PLTN (pembangkit tenaga nuklir)," kata misi Rusia di PBB dalam sebuah pernyataan.

Dalam pembicaraan di New York, Wakil Menlu Ukraina Mykola Tochytskyi menyatakan 'tindakan bersama yang kuat diperlukan untuk mencegah bencana nuklir'. Dia juga menyerukan komunitas internasional untuk 'menutup wilayah udara' di atas PLTN Ukraina itu dengan sistem pertahanan udara.

Invasi Rusia ke Ukraina yang diperintahkan Presiden Vladimir Putin sejak 24 Februari lalu telah memicu konflik terbesar di kawasan Eropa sejak Perang Dunia II. Ribuan orang dilaporkan tewas, dengan jutaan orang lainnya terpaksa mengungsi dan sebagian besar wilayah Ukraina menjadi puing-puing akibat pertempuran.

Perang di Ukraina juga telah memicu krisis pangan global, dengan Rusia dan Ukraina diketahui memproduksi sepertiga pasokan gandum untuk dunia. Sementara sanksi-sanksi negara Barat terhadap Moskow -- penyedia energi utama di Eropa -- telah memicu krisis energi global.

Rusia dalam aksi yang disebutnya 'operasi militer khusus' kini tengah berupaya menguasai seluruh wilayah Donbas di Ukraina bagian timur. Donbas yang terdiri atas Donetsk dan Luhansk, diketahui sebagian diduduki separatis pro-Moskow sejak sebelum invasi dilancarkan. Rusia juga berupaya menguasai lebih banyak wilayah Ukraina bagian selatan, setelah berhasil mencaplok Crimea tahun 2014 lalu.

Penasihat kepresidenan Ukraina, Oleksiy Arestovych, menuturkan kepada media bahwa sekitar 22.000 tentara Rusia tengah bersiap untuk bergerak maju di kota Kriviy Rih dan Mykolaiv, yang ada di selatan Ukraina. Ditambahkan Arestovych bahwa pasukan Ukraina dengan 'jumlah cukup besar' dalam posisi menunggu.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads