Paus Fransiskus meminta maaf kepada penduduk asli Kanada atas peran Gereja Katolik di sekolah-sekolah di mana anak-anak pribumi telah disiksa dan dilecehkan. Paus menyebut asimilasi budaya paksa mereka sebagai "kejahatan yang tercela" dan "kesalahan yang membawa bencana".
Dilansir dari kantor berita Reuters, Selasa (26/7/2022), berbicara di dekat lokasi dua bekas sekolah di Maskwacis, Alberta, Paus Fransiskus meminta maaf atas dukungan Kristen terhadap "mentalitas penjajahan" pada masa itu dan menyerukan penyelidikan "serius" terhadap sekolah-sekolah tersebut untuk membantu pemulihan para penyintas dan keturunannya.
"Dengan rasa malu dan tanpa ragu, saya dengan rendah hati memohon pengampunan atas kejahatan yang dilakukan oleh begitu banyak orang Kristen terhadap masyarakat adat," kata Paus Fransiskus, yang datang dan pergi dengan kursi roda karena lututnya retak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pidato untuk masyarakat adat First Nations, Metis dan Inuit pada Senin (25/7) waktu setempat itu adalah permintaan maaf pertama di tanah Kanada oleh Paus, sebagai bagian dari tur untuk menyembuhkan luka dalam yang mengemuka setelah penemuan kuburan-kuburan tak bernisan di sekolah-sekolah perumahan tahun lalu.
Paus berusia 85 tahun itu telah menjanjikan tur semacam itu kepada delegasi pribumi yang mengunjunginya awal tahun ini di Vatikan, di mana dia membuat permintaan maaf awal.
Para pemimpin adat yang mengenakan hiasan kepala perang bulu elang menyambut paus sebagai sesama kepala suku dan menyambutnya dengan nyanyian, pemukulan genderang, tarian, dan lagu perang.
"Saya di sini karena langkah pertama dari ziarah saya di antara Anda adalah meminta maaf lagi, mengatakan sekali lagi bahwa saya sangat menyesal," kata Paus Fransiskus.
"Maaf atas cara-cara di mana, sayangnya, banyak orang Kristen mendukung mentalitas penjajah dari kekuatan yang menindas masyarakat adat. Saya minta maaf," katanya. "Dalam menghadapi kejahatan yang menyedihkan ini, Gereja berlutut di hadapan Tuhan dan memohon pengampunan-Nya atas dosa-dosa anak-anaknya," imbuh Paus.
Diketahui bahwa antara tahun 1881 dan 1996, lebih dari 150.000 anak pribumi dipisahkan dari keluarga mereka dan dibawa ke sekolah perumahan. Banyak anak-anak kelaparan, dipukuli karena berbicara dalam bahasa asli mereka, dan dilecehkan secara seksual dalam sistem yang oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada disebut "genosida budaya".
Sebagian besar sekolah tersebut dijalankan untuk pemerintah oleh ordo religius Katolik Roma dari para imam dan biarawati.
Tahun lalu, kerangka dari sekitar 215 anak-anak di bekas sekolah perumahan di British Columbia ditemukan. Sejak itu, kerangka ratusan anak lainnya telah ditemukan di bekas sekolah-sekolah perumahan lainnya di Kanada.
Banyak penyintas dan pemimpin adat mengatakan mereka menginginkan lebih dari sekadar permintaan maaf. Mereka juga menginginkan kompensasi finansial, pengembalian artefak yang dikirim ke Vatikan oleh misionaris, dan dukungan untuk membawa para tersangka pelaku kekerasan yang sekarang tinggal di Prancis ke pengadilan.