Boris Johnson hanya bertahan selama tiga tahun sebagai Perdana Menteri (PM) Inggris setelah dia nantinya secara resmi mengumumkan pengunduran diri sebagai pemimpin Partai Konservatif. Selama tiga tahun itu, pemerintahan Johnson diwarnai berbagai skandal dan peristiwa yang membuatnya jatuh bangun.
Seperti dilansir AFP, Kamis (7/7/2022), Johnson dilaporkan akan mengumumkan pengunduran diri sebagai pemimpin Partai Konservatif yang kini berkuasa di Inggris pada Kamis (7/7) waktu setempat. Hal itu akan membuka jalan bagi sosok baru menggantikan Johnson sebagai PM Inggris.
Diketahui bahwa ketua partai yang berkuasa di Inggris secara otomatis akan menjabat sebagai PM Inggris. Laporan editor politik BBC, Chris Mason, menyebut Johnson untuk sementara waktu akan tetap menjabat sebagai PM Inggris hingga ketua baru Partai Konservatif terpilih pada musim gugur nanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa bulan ini, Johnson selalu menolak untuk mundur meski pemerintahan semakin dilemahkan oleh berbagai skandal. Dia juga berhasil lolos dari voting mosi tidak percaya yang digelar Partai Konservatif dalam parlemen Inggris beberapa waktu lalu.
Menengok ke belakang, nama Johnson semakin mencuat sejak dia menjadi salah satu tokoh utama di balik kampanye referendum Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa tahun 2016 lalu.
Dengan kemenangan kubu pendukung Brexit, Johnson yang sempat menjabat Wali Kota London ini masuk dalam jajaran pemerintahan sebelum akhirnya menggantikan Theresa May sebagai Ketua Partai Konservatif dan menjabat PM Inggris.
Berikut riwayat perjalanan Johnson sebagai PM Inggris sejak awal menjabat hingga akhirnya dilaporkan akan mundur:
- Juli 2019: Kemenangan Penuh
Setelah Theresa May mundur sebagai PM Inggris, Johnson yang saat itu merupakan tokoh Brexit terpilih menjadi ketua baru Partai Konservatif pada Juli 2019 usai meraup kemenangan telak atas Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt.
Johnson kemudian ditunjuk menjadi PM Inggris oleh Ratu Elizabeth II dan menjanjikan proses cepat untuk keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
- Januari 2020: Pahlawan Brexit
Johnson memenangkan mayoritas 80 kursi dalam pemilu Desember 2019, yang memungkinkan dia untuk mencapai kesepakatan perceraian Brexit melalui parlemen.
Pada 31 Januari 2020, sekitar 3,5 tahun usai referendum Brexit, Inggris secara resmi keluar dari Uni Eropa.
- Maret 2020: Pandemi COVID-19 Melanda
Saat virus Corona (COVID-19) menyebar ke seluruh dunia, Johnson mengumumkan lockdown secara luas di seluruh Inggris pada 23 Maret.
Empat hari kemudian, Johnson mengonfirmasi dirinya positif Corona dan mengalami gejala ringan. Pada 5 April, dia dilarikan ke rumah sakit dan keesokan harinya dirawat di unit perawatan intensif. Setelah sembuh, Johnson mengucapkan terima kasih pada dua perawat imigran yang menyelamatkan nyawanya.
Lihat juga video '5 Menterinya Mundur, PM Inggris Ditertawakan Para Anggota Parlemen':
- April 2021: Wallpapergate
Johnson berulang kali dikritik karena respons pemerintahannya terhadap pandemi Corona, termasuk lambat dalam bereaksi. Tuduhan pun semakin meningkat bahwa dia berbohong pada parlemen Inggris pada berbagai tahap.
Ketika mantan ketua penasihatnya Dominic Cummings yang dipecat berupaya menyelesaikan masalahnya, Johnson dituduh secara ilegal mendanai renovasi mewah kediaman resminya di Downing Street, London.
- Mei 2021: Keberhasilan Pemilu
Partai Konservatif yang dipimpin Johnson meraup kemenangan melawan oposisi Partai Buruh dalam pemilu sela, termasuk merebut wilayah Hartlepool di Inggris bagian timur laut yang secara historis merupakan basis kuat Partai Buruh.
- Desember 2021: Partygate
Awal Desember 2021, sejumlah pesta ilegal di Downing Street saat lockdown Corona berlangsung mulai terungkap. Publik yang marah -- dengan banyak orang tidak bisa bertemu langsung orang-orang tercinta yang sakit dan meninggal karena pembatasan social distancing -- menuduh Johnson memiliki standar ganda.
Jumlah pesta ilegal yang digelar Downing Street pun semakin bertambah dan penyelidikan resmi pun dilakukan, termasuk oleh Kepolisian Metropolitan London.
Pada 12 April, Johnson mengumumkan dirinya dikenai hukuman denda oleh polisi karena melanggar aturan pandemi Corona -- pertama untuk seorang PM yang aktif menjabat. Penjelasannya bervariasi, namun dia memastikan kepada para anggota parlemen bahwa dirinya tidak menyesatkan parlemen Inggris.
- Mei 2022: Kekalahan dalam Pemilu
Skandal 'Partygate' membuat popularitas Johnson merosot drastis, bersama dengan upaya gagal menyelamatkan karier politik Owen Paterson, sekutu dekat yang dituduh melakukan lobi ilegal sebagai anggota parlemen.
Warga Inggris yang menghadapi krisis tingginya biaya hidup sebagai dampak perang Ukraina, memberikan suara keras menentang Partai Konservatif yang dipimpin Johnson dalam pemilu daerah pada 5 Mei lalu.
- Juni 2022: Mosi Tidak Percaya
Johnson berhasil lolos dari voting mosi tidak percaya yang digelar anggota parlemen dari partainya sendiri, Partai Konservatif, pada 6 Juni lalu. Kalangan Partai Konservatif yang mengusulkan mosi tidak percaya itu dilaporkan muak dengan skandal 'Partygate' dan kontroversi yang menyelimuti orang-orang dekat Johnson, termasuk Paterson.
Lebih dari 40 persen -- 148 suara -- anggota parlemen dari Partai Konservatif menyatakan tidak bisa mendukung Johnson. Namun dia masih mendapatkan 211 suara dukungan, dari batasan 180 suara yang dibutuhkan untuk lolos dari mosi tidak percaya.
- Skandal Seks
Rentetan skandal seks melibatkan anggota parlemen Partai Konservatif semakin menambah kesengsaraan Johnson. Satu anggota parlemen ditangkap atas dugaan pemerkosaan, sedangkan satu mantan anggota parlemen lainnya telah divonis 18 bulan penjara atas dakwaan mencabuli remaja laki-laki.
Pada 5 Juli, Johnson meminta maaf dan mengakui dirinya membuat kesalahan dengan menunjuk Chris Pincher, anggota parlemen senior Partai Konservatif, menjadi wakil ketua whip di parlemen pada Februari lalu. Penunjukan itu tetap dilakukan meskipun Johnson mengetahui Pincher sebelumnya dituduh melakukan pelecehan seksual.
- Gelombang Pengunduran Diri
Menteri Keuangan Rishi Sunak dan Menteri Kesehatan Sajid Javid memutuskan mundur pada 5 Juli dengan menyatakan tidak bisa lagi mentolerir budaya skandal yang menyelimuti pemerintahan Johnson selama berbulan-bulan ini.
Setelah itu, puluhan menteri junir, staf kementerian dan beberapa menteri kabinet Johnson juga mengumumkan pengunduran diri nyaris bersamaan. Beberapa bahkan memberitahu Johnson bahwa jabatannya tidak bisa lagi dipertahankan.