Arab Saudi, yang merupakan pengekspor minyak mentah utama, memperingatkan bahwa serangan-serangan yang dilancarkan kelompok pemberontak Houthi di Yaman terhadap fasilitas minyak di wilayahnya memberikan 'ancaman langsung' bagi pasokan global.
Seperti dilansir AFP, Selasa (22/3/2022), Kementerian Luar Negeri Saudi menyatakan bahwa pemerintah Saudi 'tidak akan bertanggung jawab' atas kurangnya pasokan minyak sehubungan dengan serangan-serangan pemberontak Houthi yang didukung Iran.
Disebutkan bahwa serangan lintas perbatasan yang dilancarkan pemberontak Houthi dari Yaman ke wilayah Saudi telah mengancam keamanan pasokan minyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ancaman langsung bagi keamanan pasokan minyak dalam keadaan yang sangat sensitif yang disaksikan oleh pasar energi global," sebut Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi itu disampaikan sehari setelah Kementerian Energi Saudi mengakui penurunan sementara untuk produksi minyak, usai pemberontak Houthi menyerang kilang minyak YASREF di Kota Industrial Yanbu, Saudi, dengan drone bersenjata.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Saudi mendesak masyarakat internasional untuk 'berdiri teguh' melawan pemberontak Houthi.
Harga minyak berulang kali melonjak hingga di atas US$ 100 (Rp 1,4 juta) per barel, yang didorong oleh kekhawatiran pasokan yang berpusat pada invasi Rusia ke Ukraina. Harga minyak kembali naik lebih tinggi pada Senin (21/3) waktu setempat.
Sementara harga minyak mentah Brent sempat naik lebih dari 6 persen, mencapai lebih dari US$ 114 (Rp 1,6 juta) per barel pada satu waktu.
Para analis menyebut penggerak utama pasar adalah kabar Uni Eropa mempertimbangkan larangan impor minyak Rusia, meskipun serangan Houthi terhadap Aramco di Saudi juga disinggung.