Skenario Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Tujuan Akhir Putin?

Skenario Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Tujuan Akhir Putin?

Novi Christiastuti - detikNews
Selasa, 01 Mar 2022 14:02 WIB
Russian President Vladimir Putin listens to a journalists question during a joint news conference with Hungarys Prime Minister Viktor Orban following their talks in the Kremlin in Moscow, Russia, Tuesday, Feb. 1, 2022. Putin says the U.S. and its allies have ignored Russias top security demands. In his first comments on the standoff with the West over Ukraine in more than a month, Putin said Tuesday that the Kremlin is still studying the U.S. and NATOs response to the Russian security demands received last week. (Yuri Kochetkov/Pool Photo via AP)
Presiden Rusia Vladimir Putin (dok. Yuri Kochetkov/Pool Photo via AP)
Kiev -

Invasi militer Rusia ke Ukraina terus berlanjut dengan korban jiwa terus berjatuhan. Namun, di hari kelima invasi, sejauh ini militer Rusia belum berhasil menguasai ibu kota Kiev, setelah menghadapi perlawanan sengit dari Ukraina.

Pertanyaan pun bermunculan, salah satunya soal apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai Presiden Vladimir Putin dari invasi ini? Juga, skenario seperti apa yang telah dipersiapkan Rusia dalam invasinya ini?

Cristian Nitoiu, yang merupakan dosen jurusan Diplomasi dan Tata Kelola Internasional pada Longborough University di London, Inggris, menyatakan seharusnya tidak ada kesalahpahaman soal motif Rusia. Nitoiu menyebut kekhawatiran Putin tidak jauh dari politik revisionis dan fantasi kekuatan besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tujuan jangka panjang Rusia setelah berakhirnya Perang Dingin adalah memulihkan status kekuatan besar Uni Soviet, yang dipandang setara dengan Barat dan mampu mempengaruhi perkembangan politik di negara-negara yang lebih kecil seperti Ukraina, Molodova atau Kazakhstan," sebut Nitoiu kepada Al Jazeera, Selasa (1/3/2022).

Tapi Ukraina memasukkan dirinya ke dalam orbit pengaruh Barat, dan itu bertentangan dengan kepentingan Putin.

ADVERTISEMENT

Dengan demikian, sebut Nitoiu, menempatkan pemerintahan yang ramah terhadap Rusia di Kiev kemungkinan besar menjadi tujuan utama dari invasi militer ke Ukraina. Namun bagaimana dan bisakah skenario semacam itu akan berhasil?

Jika Kiev berhasil dikuasai, Rusia mungkin akan membentuk setidaknya pemerintahan interim.

Tetapi merujuk pada kecilnya kemungkinan hal ini diterima secara luas oleh warga Ukraina, profesor emeritus jurusan pemerintahan dan hubungan internasional pada Sydney Universitas, Graeme Gill, menilai bahwa Putin akan lebih sukses jika pemerintah interim masih beranggotakan pemerintah Ukraina saat ini -- hanya dikurangi sejumlah anggotanya meski masih dipimpin Presiden Volodymyr Zelensky -- untuk bisa bernegosiasi dengan Rusia.

Namun terlepas dari itu, jika Rusia berhasil menjalin dialog dan mencapai kesepakatan di Kiev, masih akan tetap ada hambatan.

"Negosiasi semacam itu kemungkinan akan dilihat terjadi di bawah tekanan, dan oleh karena itu, hasilnya mungkin tidak bertahan. Tidak ada opsi mudah untuk Putin, dan tentu saja tidak mudah bagi pemerintah interim manapun yang dibentuk oleh kekuatan senjata Rusia," ucap Gill.

Simak video 'Ganasnya Serangan Artileri Rusia di Permukiman Ukraina':

[Gambas:Video 20detik]



Strategi Militer Rusia Dipertanyakan?

Perundingan pertama antara Rusia dan Ukraina baru saja digelar di perbatasan Belarusia namun tidak menghasilkan kesepakatan apapun. Di sisi lain, Rusia juga dinilai belum membuat kemajuan yang serius untuk menjadikan skenario yang tersebut di atas mampu terwujud.

Perlawanan yang diberikan Ukraina tampaknya lebih kuat dari yang diantisipasi Rusia sejauh ini.

Kendati demikian, profesor penelitian pada kajian keamanan gabungan, antarlembaga, antarpemerintah dan multinasional (JIIM) pada Strategic Studies Institute di US Army War College, John R Deni, menilai Rusia masih belum mengerahkan seluruh sumber daya dan kemampuannya dalam invasi ini.

"Saya pikir bukti menunjukkan berlanjutnya overmatch Rusia dengan Ukraina dalam hal kemampuan dan kapasitas. Para pejabat Amerika Serikat (AS) melaporkan bahwa antara 50-70 persen pasukan Rusia yang tersedia telah dikerahkan, yang berarti masih banyak kekuatan militer Rusia tersisa untuk dikerahkan," ujarnya.

Namun, kurangnya kemajuan signifikan membuat media internasional dan para pakar mempertanyakan strategi militer Rusia.

"Dalam hal operasi, ada sejumlah anomali tidak masuk akal bagi saya, termasuk ketidakmampuan pasukan Rusia untuk secara sukses dan secara meyakinkan membangun dominasi udara atas Ukraina, ketidakmampuan pasukan Rusia merebut kendali dan mengeksploitasi perebutan Bandara Internasional Antonov di luar Kiev, dan kesulitan nyata yang dialami pasukan Rusia dalam hal koordinasi," ucap Deni menekankan.

Meskipun demikian, pertanyaan apakah Kiev akan jatuh, bagi banyak pengamat telah menjadi persoalan kapan, bukan lagi jika.

Apa yang Dilakukan Putin Jika Berhasil Menguasai Ukraina?

Hingga tahap ini, masih menjadi misteri soal apa yang akan dilakukan Putin dengan negara sebesar Ukraina. Memecah-mecah negara itu mungkin menjadi opsi paling mungkin. Namun hal itu tidak akan dilakukan dengan mudah.

"Memisahkan Ukraina akan membutuhkan beberapa entitas untuk menerapkan dan mempertahankan pemisahan itu. Sementara pasukan Rusia mungkin bisa menerapkan perpecahan, saya tidak yakin Rusia memiliki kemampuan dan sarana untuk mempertahankannya di luar jangka pendek, merujuk pada pengerahan pasukan militer Rusia saat ini," sebut Deni.

Secara umum, opsi yang dimiliki Putin semakin berkurang semakin hari.

"Saya pikir opsi Putin cukup terbatas. Rusia sekarang terjebak untuk mencapai semacam kemenangan di Ukraina. Negara-negara seperti China, India atau Iran memantau secara saksama, dan tidak mampu mendeklarasikan kemenangan akan membahayakan citra kekuatan militer yang kuat," ujar Nitoiu.

Perang di Ukraina dinilai telah memberikan dampak parah bagi status masa depan Rusia. Nitoiu menjelaskan bahwa banyak negara Eropa bersedia untuk berdialog dengan Rusia, namun dialog tidak setara dengan rekonsiliasi.

"Gambaran aliran pengungsi dari Ukraina juga pertempuran di kota-kota Ukraina akan sulit dihapus dalam pikiran warga Eropa dan Amerika. Jika Putin berhasil membentuk pemerintahan boneka, itu akan menjadi pukulan besar bagi komitmen Barat terhadap demokrasi liberal dan akan memberikan preseden berbahaya bagi hubungan antarnegara di benua Eropa," sebut Nitoiu.

"Saya menduga bahwa segala macam rekonsiliasi harus dari perspektif, untuk jangka menengah hingga jangka panjang, memandang Ukraina sebagai negara merdeka yang keputusannya untuk membuat pilihan di masa depan harus dihormati oleh Moskow," tandasnya.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads