Veteran tertua Amerika Serikat, Lawrence Brooks, meninggal pada Rabu (5/1) waktu setempat pada usia 112 tahun. Kematiannya diumumkan oleh Museum Perang Dunia II di New Orleans, AS.
Museum Nasional Perang Dunia II "akan selamanya menghargai kenangan kita bersama dengan Lawrence Brooks," kata direktur museum tersebut, Stephen Watson dalam sebuah pernyataan.
"Dia adalah teman terkasih, pria yang sangat beriman dan memiliki semangat yang mengilhami orang-orang di sekitarnya," imbuhnya seperti diberitakan kantor berita AFP, Kamis (6/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak disebutkan penyebab kematian veteran tertua AS tersebut.
Brooks adalah yang tertua dari sekitar 240.000 veteran AS yang bertempur dalam Perang Dunia II yang masih hidup.
Lahir pada 12 September 1909, di sebuah kota kecil di Louisiana di tengah-tengah segregasi, Brooks adalah salah satu dari 15 anak dalam keluarga Afrika-Amerika. Dia direkrut menjadi tentara pada tahun 1940, di mana dia bergabung dengan Batalyon Insinyur ke-91, unit mayoritas kulit hitam.
Dia ditempatkan di Australia, New Guinea dan Filipina. Selama penempatannya, ia menjabat sebagai juru masak untuk para perwira kulit putih di batalyon tersebut.
Meskipun jauh dari garis depan, dia memiliki dua pengalaman nyaris mati: pertama ketika pesawat yang dia naiki kehabisan bahan bakar di atas lautan, dan kemudian ketika seorang penembak jitu Jepang menembak seorang tentara AS, hanya beberapa meter dari tempat Brooks berdiri.
Dalam kesaksiannya yang direkam dalam video, Brooks mengatakan dia terkejut dengan kurangnya segregasi rasial di Australia sementara hal itu masih ada di militer AS. Di AS, para tentara kulit hitam tidak diizinkan berbagi tenda atau makan di meja yang sama dengan rekan seperjuangan kulit putih mereka.
"Saya diperlakukan jauh lebih baik di Australia daripada oleh orang-orang kulit putih saya sendiri," kata Brooks. "Saya bertanya-tanya tentang itu," tuturnya.