Prancis dihantam gelombang kelima Corona atau COVID-19. Kasus Corona di negara ini berkembang cepat dalam dua pekan terakhir.
Dilansir dari AFP, Senin (22/11/2021), otoritas kesehatan Prancis melaporkan rata-rata kasus Corona baru berada pada angka 17.153 kasus. Angka tersebut merupakan jumlah rata-rata kasus pekan lalu hingga Sabtu (20/11) waktu setempat.
Otoritas Prancis menyebut jumlah tersebut naik 9.458 kasus dari minggu sebelumnya atau meningkat 81 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gelombang kelima dimulai seperti kecepatan kilat," kata juru bicara pemerintah Gabrial Attal kepada media.
Peningkatan kasus Corona pada 7 hari terakhir adalah tiga kali kenaikan rata-rata kasus yang tercatat selama tiga minggu sebelumnya. Hal itu menunjukkan percepatan infeksi yang terjadi.
Meski demikian, lonjakan kasus Corona tidak menyebabkan banyak pasien COVID-19 masuk ke rumah sakit. Pihak berwenang menghubungkan sedikitnya pasien yang memerlukan perawatan intensif dengan tingginya vaksinasi Corona di Prancis. Vaksinasi dinilai sangat efektif melawan efek berbahaya dari Corona.
Pada hari Sabtu (20/11) waktu setempat, rumah sakit melaporkan ada 7.974 pasien COVID dalam perawatan mereka, di mana 1.333 pasien di antaranya dalam perawatan intensif (ICU). Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan 6.500 di RS di mana 1.000 pasien membutuhkan perawatan intensif pada bulan sebelumnya.
"Ada peningkatan infeksi yang sangat kuat, tetapi kita juga tahu bahwa di Prancis kita memiliki cakupan vaksinasi yang sangat besar," kata Attal.
"Kita tampaknya berada di depan tetangga-tetangga kita dalam hal suntikan booster," imbuhnya.
Dia mengatakan pengenalan kartu kesehatan Prancis turut membantu mengendalikan virus Corona. Kartu kesehatan, yang diwajibkan di restoran, kafe dan banyak tempat budaya di Prancis menyatakan bahwa seseorang telah sepenuhnya divaksinasi, baru saja pulih dari COVID, atau telah dites negatif untuk virus tersebut.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Tolak Lockdown
Meski mengalami lonjakan kasus Corona, Prancis belum menerapkan lockdown. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan tak akan menerapkan lockdown gara-gara lonjakan kasus Corona.
Dilansir dari Reuters, Macron dalam wawancara dengan surat kabar setempat, La Voix du Nord, menyatakan izin kesehatan telah sukses dalam membatasi penyebaran Corona di Prancis. Eropa saat ini kembali menjadi episentrum pandemi Corona dunia yang mendorong beberapa negara, termasuk Jerman dan Austria, untuk menerapkan kembali pembatasan menjelang liburan Natal dan memicu perdebatan apakah vaksin saja sudah cukup untuk menangkal Corona.
"Negara-negara yang menerapkan lockdown terhadap orang-orang yang tidak divaksinasi Corona merupakan negara yang belum memberlakukan izin (kesehatan). Oleh karena itu, langkah ini tidak diperlukan di Prancis," kata Macron.
Lonjakan Kasus Juga Terjadi di Austria
Lonjakan kasus Corona juga terjadi di negara-negara Eropa lain, salah satunya Austria. Negara ini bahkan sampai menerapkan lockdown lagi gara-gara Corona melonjak tinggi.
Otoritas Austria menutup toko-toko, restoran, dan pasar mulai hari Senin (22/11). Langkah ini dilakukan sebagai pembatasan COVID-19 paling dramatis yang terjadi di Eropa Barat selama berbulan-bulan terakhir.
Keputusan itu telah memicu reaksi keras. Puluhan ribu orang turun ke jalan dan beberapa menyalahkan pemerintah karena tidak berbuat lebih banyak untuk mencegah gelombang baru virus Corona yang menerjang Eropa.
Dilansir dari AFP, sekitar 8,9 juta orang Austria tidak akan diizinkan meninggalkan rumah kecuali pergi bekerja, berbelanja kebutuhan pokok, dan berolahraga.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Negara Alpine itu juga memberlakukan wajib vaksin menyeluruh mulai 1 Februari -- bergabung dengan Vatikan sebagai satu-satunya tempat di Eropa dengan persyaratan seperti itu.
Lockdown ini bertolak belakang dengan janji pemerintah Austria yang sempat menyatakan pembatasan ketat hanya tinggal masa lalu. Selama musim panas, Kanselir Sebastian Kurz telah menyatakan pandemi 'berakhir'.
Namun, rekor jumlah kasus infeksi dan jumlah kematian yang melonjak membuat pemerintah menarik kembali klaim tersebut. Setelah menjabat pada Oktober, Kanselir Alexander Schallenberg, mengkritik tingkat vaksin yang 'sangat rendah' atau sekitar 66 persen dibandingkan dengan 75 persen di Prancis.
Dia melarang warga yang tidak divaksin masuk ke tempat-tempat publik. Dia juga mengumumkan lockdown nasional selama 20 hari, dengan evaluasi setelah 10 hari.
Sekolah akan tetap buka, meskipun orang tua telah diminta untuk mengupayakan anak-anak mereka tetap di rumah jika memungkinkan. Bekerja dari jarak jauh juga dianjurkan.