Replika Kapal AS di Gurun Ternyata Jadi Target Latihan Rudal China

Round-Up

Replika Kapal AS di Gurun Ternyata Jadi Target Latihan Rudal China

Tim detikcom - detikNews
Senin, 08 Nov 2021 21:57 WIB
151123-N-OI810-496 WATERS SOUTH OF JAPAN (Nov. 23, 2015) The aircraft carrier USS Ronald Reagan (CVN 76) is underway during Annual Exercise (AE) 16. The Ronald Reagan Carrier Strike Group is participating in Annual Exercise 16 to increase interoperability between Japanese and American forces through training in air and sea operations. (U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 3rd Class Nathan Burke/Released)
Ilustrasi kapal induk AS (Foto: AFP)
Beijing -

China disebut membuat replika kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di gurun. Apa sebenarnya tujuan China membuat replika kapal-kapal tersebut.

Dilansir dari Reuters, Senin (8/11/2021), militer China dilaporkan membangun sejumlah tiruan kapal induk AS dan kapal-kapal perang AS lainnya di area gurun di Xinjiang. Replika kapal itu disebut menjadi target latihan rudal China.

Tiruan kapal induk dan kapal perang AS itu terdeteksi melalui citra satelit terbaru yang dirilis Maxar Technologies. Tiruan ini disebut sebagai upaya China membangun kemampuan anti-kapal induk, khususnya terhadap Angkatan Laut AS, saat ketegangan meninggi dengan AS terkait isu Taiwan dan Laut China Selatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Citra satelit itu menunjukkan bentuk skala penuh dari sebuah kapal induk AS dan setidaknya dua kapal penghancur rudal kelas Arleigh Burke yang dibangun di sebuah lokasi yang diduga kompleks latihan terbaru di Gurun Taklamakan. Lokasi itu ada di wilayah Xinjiang, China bagian barat laut.

US Naval Institute yang mengutip perusahaan intelijen geospasial All Source Analysis menyebut kompleks itu telah digunakan untuk uji coba rudal balistik China. Kementerian Pertahanan China belum memberikan komentar atas laporan ini.

ADVERTISEMENT

Program rudal anti-kapal China ini diawasi oleh Pasukan Roket Tentara Pembebasan Rakyat (PLARF). Menurut laporan tahunan Pentagon terbaru, PLARD melakukan peluncuran tembakan langsung pertamanya ke perairan Laut China Selatan pada Juli 2020.

Militer China saat itu disebut menembak enam rudal balistik anti-kapal jenis DF-21 ke perairan di sebelah utara Kepulauan Spratly. Kepulauan Spratly diketahui menjadi sengketa antara China dengan Taiwan dan empat negara Asia Tenggara lainnya.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyebut AS akan membela Filipina jika negara itu diserang di Laut China Selatan dan memperingatkan China untuk menghentikan 'perilaku provokatifnya'.

Simak selengkapnya di halaman selanjuntnya.

Hubungan AS-China Makin Panas

Hubungan antara China dan AS semakin memanas belakangan ini. Sebelum masalah replika kapal induk AS mencuat, AS sempat menyoroti program nuklir China.

Dilansir dari AFP, Pentagon menyatakan China dapat memiliki 700 hulu ledak nuklir yang bisa diluncurkan pada tahun 2027. Jumlah itu disebut bisa mencapai 1.000 pada tahun 2030.

Jumlah ini dua setengah kali dari jumlah yang diprediksi Pentagon setahun yang lalu. Pada tahun lalu, laporan Pentagon mengenai China menyebut Negeri Tirai Bambu itu memiliki sekitar 200 hulu ledak yang dapat diluncurkan dan akan menggandakannya pada tahun 2030.

"Republik Rakyat China berinvestasi dalam, dan memperluas, jumlah platform pengiriman nuklir berbasis darat, laut, dan udara dan membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung ekspansi besar kekuatan nuklirnya," kata Pentagon dalam laporannya.

Pentagon juga menyatakan China sedang membangun 'triad nuklir' dengan kemampuan untuk mengirimkan senjata nuklir dari rudal balistik darat, dari rudal yang diluncurkan dari udara, dan dari kapal selam. AS juga mengaku prihatin dengan kondisi itu.

"Ini menimbulkan pertanyaan tentang niat mereka," kata pejabat itu, menyerukan transparansi lebih dari Beijing atas pengembangan kekuatan nuklirnya.

Simak balasan China di halaman selanjutnya.

China pun membalas tudingan AS soal senjata nuklir tersebut. Menurut China, laporan AS itu penuh dengan prasangka.

"Laporan yang dirilis oleh Departemen Pertahanan AS, seperti laporan serupa sebelumnya, mengabaikan fakta dan penuh prasangka," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.

Dia menambahkan bahwa Washington menggunakan laporan itu untuk 'menghebohkan pembicaraan tentang ancaman nuklir China'.

Tidak sampai di situ, dia juga menyebut Amerika Serikat sebagai 'sumber ancaman nuklir terbesar di dunia'.

Halaman 2 dari 3
(haf/haf)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads