Pengadilan Singapura menunda eksekusi mati seorang pria Malaysia terkait kasus perdagangan narkoba. Hal tersebut dilakukan menyusul kritikan dari para aktivis yang menyebut pria tersebut merupakan penyandang disabilitas mental.
Dilansir dari kantor berita AFP, Senin (8/11/2021), pria bernama Nagaenthran K. Dharmalingam ditangkap pada tahun 2009 karena membawa 43 gram -- sekitar 3 sendok makan -- heroin ke Singapura, yang dikenal memiliki undang-undang anti-narkoba terberat di dunia.
Nagaenthran dijatuhi hukuman mati pada tahun 2010 dan akan digantung pada hari Rabu (10/11) setelah beberapa permohonan banding yang diajukan telah ditolak. Penolakan terjadi meski para pendukungnya mengklaim bahwa disabilitas intelektualnya berarti dia tidak dapat membuat keputusan yang rasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Senin (8/11) ini, Pengadilan Tinggi Singapura setuju untuk menunda eksekusi seraya menunggu banding baru yang diajukan pengacaranya.
"Kabar baik," demikian tulis pengacara Nagaenthran, M. Ravi di laman Facebook dan menambahkan tagar #EndCrimeNotLife dan #DivineJustice.
Kasus tersebut sekarang dibawa ke Pengadilan Banding untuk pemeriksaan lebih lanjut. Belum ada keterangan lebih lanjut mengenai berapa lama waktu penundaan eksekusi.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesty Internasional dan Human Rights Watch, menyebut rencana eksekusi mati tersebut sebagai hal yang "keji" dan "kejam". Tak tinggal diam, Uni Eropa juga mendesak Singapura untuk mengubah hukuman yang diberikan.
Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob, turut mengambil langkah dengan menyurati pemerintah Singapura dan mendesak agar eksekusi ditunda dengan "alasan kemanusiaan".
Nagaenthran disebut memiliki IQ 69, yang mana pada tingkat tersebut diakui sebagai disabilitas intelektual. Selain itu, dia juga sedang berjuang dengan masalah alkohol pada saat kejahatan tersebut dilakukan.
Namun, Kementerian Dalam Negeri Singapura membela keputusan untuk tetap melakukan hukuman gantung, dengan mengatakan bahwa putusan hukum telah menyatakan dia "tahu apa yang dia lakukan" pada saat kejahatan itu terjadi.