Singapura Didesak Tak Hukum Mati Penyelundup Heroin Penyandang Disabilitas

Singapura Didesak Tak Hukum Mati Penyelundup Heroin Penyandang Disabilitas

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 05 Nov 2021 18:18 WIB
hukum gantung
Ilustrasi
Singapura -

Pemerintah Singapura didesak untuk tidak menghukum gantung seorang pria Malaysia yang penyandang disabilitas mental. Pria itu dihukum mati karena menyelundupkan sejumlah kecil heroin ke wilayah Singapura.

Seperti dilansir AFP, Jumat (5/11/2021), Nagaenthran K Dharmalingam ditangkap tahun 2009 karena membawa 43 gram heroin ke wilayah Singapura. Dia divonis mati setahun kemudian. Para aktivis hak asasi manusia menyebut rencana eksekusi mati terhadap Dharmalingam itu 'keji'.

Setelah menuntaskan serangkaian proses hukum di Singapura, yang dikenal memiliki undang-undang anti-narkotika terberat di dunia, Dharmalingam yang berusia 33 tahun itu akan dieksekusi hukuman gantung pada Rabu (10/11) mendatang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini akan menjadi eksekusi mati pertama di Singapura sejak tahun 2019. Negara ini tetap memberlakukan hukuman mati sebagai pencegah yang efektif terhadap kejahatan meskipun mendapat tekanan dari kelompok-kelompok HAM untuk menghapusnya.

Para pendukung menyebut Dharmalingam memiliki IQ hanya 69, level yang diakui sebagai disabilitas intelektual. Dia juga disebut berjuang dengan masalah alkohol saat tindak kriminal itu terjadi.

ADVERTISEMENT

"Untuk menggantung seseorang yang dihukum hanya karena membawa narkoba, di tengah kesaksian mengerikan bahwa dia tidak memahami sepenuhnya apa yang terjadi padanya, adalah keji," sebut Rachel Chhoa-Howard dari Amnesty International.

"Kami mendorong otoritas untuk segera menghentikan rencana untuk mengeksekusi Nagaenthran," imbuhnya.

Human Rights Watch (HRW) secara terpisah menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional untuk mengeksekusi mati seorang penyandang disabilitas intelektual, dan melanjutkan dengan pelaksanaan hukuman gantung akan 'tidak proporsional dan kejam'.

Pengacara Dharmalingam, M Ravi, akan mengajukan proses hukum terakhir pada Senin (8/11) mendatang, dengan berargumen bahwa melanjutkan eksekusi mati akan melanggar Konstitusi Singapura.

Dalam postingan via Facebook, Ravi menyatakan kliennya 'memiliki usia mental di bawah 18 tahun' usai baru-baru ini mengunjunginya di penjara. Disebutkan Ravi bahwa eksekusi mati terhadap kliennya merupakan 'tindakan negara yang tidak rasional dan berubah-ubah'.

Namun Kementerian Dalam Negeri Singapura membela keputusan untuk melanjutkan eksekusi mati, dengan menegaskan bahwa putusan hukum menetapkan Dharmalingam tidak menderita 'abnormalitas pikiran' saat kejahatan terjadi.

"Nagaenthran dinyatakan memahami dengan jelas sifat dari tindakannya," demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads