Seorang pria lanjut usia (lansia) di Singapura diadili atas percobaan pemerkosaan terhadap seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia. Percobaan pemerkosaan itu dilaporkan terjadi sebanyak dua kali.
Seperti dilansir Channel News Asia, Senin (18/10/2021), pria berusia 68 tahun itu mengaku bersalah atas satu dakwaan percobaan pemerkosaan dan satu dakwaan penyerangan seksual dengan penetrasi. Enam dakwaan serupa lainnya menjadi pertimbangan dalam penjatuhan vonis.
Hakim Singapura menjatuhkan vonis 12 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa dalam sidang putusan pada Senin (18/10) waktu setempat. Identitas terdakwa tidak bisa diungkap ke publik untuk melindungi identitas pelaku. Korban disebutkan sebagai seorang wanita Indonesia berusia 27 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korban disebut pertama bekerja untuk istri terdakwa sejak 9 Mei 2019. Dia bertugas melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasih cucu majikannya setelah dititipkan di apartemen majikannya oleh orangtuanya.
Tindak percobaan pemerkosaan itu terjadi saat terdakwa sendirian di rumah bersama korban. Terdakwa merupakan seorang pengangguran, sedangkan istrinya bekerja selama enam hari dalam seminggu, yang membuat si terdakwa sering sendirian di rumah dengan korban.
Diungkapkan dalam persidangan bahwa pada Juni 2019, terdakwa berupaya memperkosa korban untuk pertama kalinya, tapi gagal karena mengalami disfungsi ereksi. Korban memutuskan diam karena berharap kejadian itu hanya sekali saja dan dia membutuhkan uang untuk mendukung keluarganya di Indonesia.
Korban kemudian selalu mengunci kamarnya, namun terdakwa tetap melakukan tindak penyerangan seksual terhadap korban sebanyak lima kali dalam sebulan. Salah satunya ketika terdakwa mengambil kunci cadangan dan diam-diam masuk ke kamar korban saat korban sedang tidur. Dia kembali berusaha memperkosa korban untuk kedua kalinya dan gagal kembali.
Korban yang tidak tahan dengan perlakuan terdakwa memutuskan mengontak teman sesama PRT untuk meminta bantuan. Korban diberi nomor Pusat Pekerja Rumah Tangga Singapura dan diberitahu bahwa dia perlu memiliki bukti untuk bisa melaporkan terdakwa.
Korban awalnya sempat enggan melapor karena khawatir membuat kesal majikannya atau istri terdakwa, yang disebutnya memperlakukannya dengan baik. Korban juga masih berharap terdakwa sadar dan menghentikan aksi bejatnya.
Namun ketika tindak penyerangan seksual kembali terjadi, korban memutuskan merekamnya dengan telepon genggamnya. Korban kemudian melapor sambil membawa video tersebut dan terdakwa kemudian ditangkap.
Dalam kasus ini, jaksa menuntut hukuman maksimum 15 tahun 6 bulan penjara untuk terdakwa, dan menyebut kasus ini 'contoh pelecehan yang sangat mengerikan' di mana terdakwa mengeksploitasi posisinya sebagai kepala keluarga.