3 Mantan Agen Intelijen AS Akui Bantu Meretas untuk UEA

3 Mantan Agen Intelijen AS Akui Bantu Meretas untuk UEA

Novi Christiastuti - detikNews
Rabu, 15 Sep 2021 11:05 WIB
A magnifying glass is held in front of a computer screen in this file picture illustration taken in Berlin May 21, 2013. Hackers broke into U.S. government computers, possibly compromising the personal data of 4 million current and former federal employees, and investigators were probing whether the culprits were based in China, U.S. officials said on June 4, 2015. REUTERS/Pawel Kopczynski/Files
Ilustrasi (dok. Pawel Kopczynski/REUTERS)
Washington DC -

Tiga mantan agen intelijen Amerika Serikat (AS) mengakui terlibat dalam operasi peretasan pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) yang ditargetkan untuk musuh negara Teluk tersebut. Otoritas AS telah mendakwa ketiganya atas sejumlah tindak pidana.

Seperti dilansir AFP, Rabu (15/9/2021), Marc Baier (49), Ryan Adams (34), dan Daniel Gericke (40) yang menjadi terdakwa dalam kasus ini diketahui sebelumnya bekerja dalam komunitas intelijen AS, termasuk Badan Keamanan Nasional (NSA) dan militer AS.

Ketiganya sepakat membayar denda kumulatif sebesar US$ 1,7 juta -- jumlah bayaran yang mereka dapatkan selama bekerja untuk pemerintah UEA -- demi menangguhkan dakwaan yang dijeratkan terhadap mereka, termasuk melanggar kontrol ekspor AS, penipuan komputer dan penggunaan ilegal akses komputer orang lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu menjadi bagian dari kesepakatan ketiganya dengan pemerintah AS agar dakwaan terhadap mereka yang diajukan jaksa ke pengadilan distrik federal di Alexandria, Virginia, ditangguhkan selama tiga tahun. Kasus ini menyoroti pasar global pemerintah dalam mencari pakar keamanan komputer yang sangat terlatih untuk memata-matainya musuh dan ancaman.

Disebutkan Departemen Kehakiman AS dalam pernyataannya bahwa ketiga terdakwa bekerja untuk sebuah perusahaan AS yang menyediakan operasi intelijen siber untuk pemerintah UEA yang memenuhi peraturan AS.

ADVERTISEMENT

Tahun 2016, ketiganya pindah ke pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi di sebuah perusahaan yang terkait dengan pemerintah UEA, oleh laporan media diidentifikasi sebagai DarkMatter, di mana mereka mulai melakukan tugas-tugas peretasan teradap target-target yang ditetapkan, termasuk server di AS.

Salah satu tugas mereka adalah membuka akses ilegal terhadap 'puluhan juta' telepon genggam dan perangkat mobile.

Target spesifik dari operasi peretasan ini tidak disebutkan lebih lanjut oleh Departemen Kehakiman AS. Namun, laporan media menyebut targetnya ada di dalam maupun di luar UEA.

Metode operasi peretasan itu dilaporkan terdiri atas mengunggah malware dan mengeksploitasi kerapuhan software serta hardware untuk membobol dan menguasai server, telepon genggam dan perangkat digital lainnya.

Jaksa AS, seperti dilaporkan CNN, mendakwa ketiganya memodifikasi komputer yang dieksplotasi 'menjadi sistem peretasan rahasia untuk badan pemerintah UEA' dan mencuri informasi pribadi dari orang-orang di seluruh dunia. Layanan pengumpulan intelijen yang dilakukan ketiga terdakwa disebut mencakup alat peretasan canggih yang bisa menginfeksi perangkat seluler tanpa penggunanya harus meng-klik apapun.

Selain membayar denda, ketiga terdakwa juga dilucuti izin keamanan AS yang dimiliki, dilarang dari komunitas intelijen AS dan dilarang melakukan peretasan.

"FBI akan menyelidiki individu dan perusahaan yang diuntungkan dari aktivitas kriminal siber ilegal ini," tegas Direktur Biro Penyelidikan Federal (FBI), Bryan Vorndran.

Halaman 2 dari 2
(nvc/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads