Aksi Sepihak Presiden Tunisia untuk Ubah Konstitusi

Round Up

Aksi Sepihak Presiden Tunisia untuk Ubah Konstitusi

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 12 Sep 2021 20:02 WIB
Tunisias President Kais Saied speaks during the new government swearing-in ceremony at Carthage Palace on the eastern outskirts of the capital Tunis on September 2, 2020, following a confidence vote by parliament. - Tunisias parliament has approved a new technocratic government tasked with tackling deep social and economic woes in the North African country, ending weeks of uncertainty in the young democracy. Mechichi was confirmed by 134-67 votes in an overnight session to lead Tunisias second cabinet in six months, made up of judges, academics, civil servants and private-sector executives. (Photo by FETHI BELAID / AFP)
Presiden Tunisia, Kais Saied (AFP/FETHI BELAID)
Tunis -

Aksi sepihak Presiden Tunisia untuk mengubah konstitusi jadi sorotan. Presiden Kais Saied juga akan membentuk pemerintahan baru pasca beberapa bulan lalu menangguhkan parlemen.

Diketahui di bawah pemerintahan Presiden Saied, Perdana Menteri Hichem Mechichi juga dipecat pada 25 Juli lalu. Hal itu terjadi usai ribuan demonstran di seluruh Tunisia menentang pembatasan COVID-19 dan memprotes kebijakan yang diambil partai berkuasa dan Perdana Menteri tersebut.

Tak sampai di situ, parlemen Tunisia juga dibekukan selama 30 hari dan semua deputi ditangguhkan. Kala itu, Saied berdalih apa yang dilakukannya sah merujuk pada keadaan darurat yang tertuang dalam pasal 80 konstitusi Tunisia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sosok Saeid kembali menghebohkan usai pada Sabtu (11/9) kemarin di depan dua stasiun televisi, dirinya mengatakan akan 'sesegera mungkin' membentuk pemerintahan baru, setelah memilih 'orang-orang dengan integritas paling tinggi'. Meski begitu, Saied tak menjelaskan detail terkait kapan rencananya itu akan diwujudkan.

"Rakyat Tunisia menolak konstitusi," katanya, sambil menambahkan bahwa aturan tersebut tidak abadi.

ADVERTISEMENT

"Kami bisa memperkenalkan amandemen," imbuhnya seperti dilansir AFP dan Al Jazeera, Minggu (12/9/2021).

Isyarat soal aksi Saeid sudah disampaikan salah satu penasihatnya pada Kamis (9/9) lalu kepada kantor berita Reuters.

Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:

Diketahui Saied terpilih sebagai Presiden Tunisia pada akhir 2019 lalu. Ahli teori hukum dan mantan profesor hukum tata negara tersebut juga mengklaim dirinya sebagai penafsir utama konstitusi.

Kritik soal aksi-aksinya itu pun disampaikan para diplomat dari negara-negara G7 - Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan AS pada awal bulan ini. Mereka meminta Saied mengembalikan Tunisia ke "tatanan konstitusional" dan mendesaknya untuk menyampaikan jalan yang jelas ke depan terkait masa depan negaranya.

Tunisia memang merupakan salah satu negara yang rentan terhadap gejolak politik. Hal ini diperparah dengan krisis ekonomi dan pandemi COVID-19.

Halaman 2 dari 2
(izt/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads