Pesawat charter yang membawa lebih dari 100 warga negara Afghanistan dan warga negara asing diperbolehkan terbang meninggalkan Afghanistan pada Jumat (10/9) waktu setempat. Ini merupakan penerbangan kedua setelah 100 orang lainnya diterbangkan dari bandara Kabul pada Kamis (9/9) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (11/9/2021), pekan ini, penerbangan charter yang membawa warga Afghanistan dan warga negara asing mendapatkan izin dari Taliban untuk terbang keluar negara itu. Ini menjadi momen pertama setelah proses evakuasi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) berakhir pada 31 Agustus lalu.
Dari 158 penumpang yang tiba di Doha, Qatar, pada Jumat (10/9) malam waktu setempat, terdapat 49 warga negara Prancis bersama keluarga mereka. Seorang pejabat Qatar yang enggan disebut namanya menambahkan bahwa dalam penerbangan charter itu juga terdapat warga Jerman, Kanada, Belanda, Inggris, Belgia dan Mauritania.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pejabat itu menambahkan bahwa orang-orang itu dibawa ke bandara Kabul dalam konvoi Qatar yang telah dikoordinasi oleh otoritas Qatar, yang menjadi titik transit untuk separuh dari 123.000 orang yang sebelumnya dievakuasi oleh negara-negara Barat sejak pertengahan bulan lalu usai Taliban berkuasa.
Dalam pernyataan terpisah, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Emily Home, menyebut 32 warga AS dan permanent resident AS telah meninggalkan Afghanistan sepanjang Jumat (10/9) waktu setempat, baik via udara dengan penerbangan Qatar Airways maupun via jalur darat.
"Keberangkatan hari ini menunjukkan bagaimana kita memberikan opsi jelas dan aman bagi warga Amerika untuk meninggalkan Afghansitan dari lokasi berbeda," sebut Home dalam pernyataannya.
"Kami akan terus memberikan opsi yang terjamin untuk pergi. Terserah kepada warga Amerika yang masih tinggal apakah akan memilih untuk mengambilnya," imbuhnya.
Gedung Putih dalam pernyataannya menyebut Taliban bertindak 'seperti bisnis dan profesional' dalam mengizinkan penerbangan charter mengudara dari Kabul pada Kamis (9/9) waktu setempat. Namun Utusan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Afghanistan, Deborah Lyons, memperingatkan bahwa Taliban mungkin menargetkan pihak yang dianggap musuh.
"Kita juga khawatir bahwa meskipun banyak pernyataan mengabulkan amnesti... ada tuduhan kredibel soal pembunuhan balasan," sebutnya.
Lyons menyatakan bahwa pejabat keamanan Afghanistan dan orang-orang yang bekerja untuk pemerintahan sebelumnya kini berada dalam risiko.