Amerika Serikat (AS) dituding bersalah di balik jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban. Afghanistan jatuh ke tangan Taliban setelah pasukan pemerintah tak mampu memberi perlawanan.
Kolapsnya militer Afghanistan itu membuat banyak pihak menyoroti kesalahan AS yang selama 20 tahun terakhir berada di Afghanistan. AS telah menggelontorkan dana miliaran dolar yang disebut-sebut untuk meningkatkan kemampuan militer Afghanistan.
Dilansir dari AFP, Senin (16/8/2021), pasukan pemerintah Afghanistan kolaps tanpa dukungan militer AS, yang melakukan invasi tahun 2001 sejak serangan 11 September dan menumbangkan Taliban atas dukungannya terhadap Al-Qaeda saat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AS dianggap gagal membangun pemerintahan demokratis yang bisa melawan Taliban. Padahal, AS telah menghabiskan dana miliaran dolar Amerika dan memberikan dukungan militer selama 20 tahun terakhir.
Presiden AS, Joe Biden, telah menyampaikan keinginannya untuk menarik seluruh tentara AS dari Afghanistan pada akhir Agustus. Dia menegaskan tidak ada pilihan lain dan menyatakan tidak akan 'menyerahkan perang ini' kepada presiden AS selanjutnya.
Sebenarnya, apa yang membuat militer Afghanistan gagal total melawan pasukan Taliban?
Perlengkapan yang Salah
AS telah menghabiskan dana USD 83 miliar demi menciptakan tentara modern yang mencerminkan militernya sendiri. Hal itu berarti ketergantungan besar pada dukungan udara dan jaringan komunikasi berteknologi tinggi. Padahal, hanya 30 persen populasi Afghanistan yang bisa mendapatkan pasokan listrik bisa diandalkan.
Pemerintah AS memang tidak menahan pengeluaran untuk perlengkapan militer Afghanistan. Pesawat tempur, helikopter, drone, kendaraan lapis baja, kacamata penglihatan malam helikopter serbu Black Hawk terbaru menjadi bukti AS tidak pelit.
Namun, peralatan canggih itu tak bisa membuat militer Afganistan menang mudah melawan Taliban yang tak punya peralatan canggih. Salah satu pemicunya adalah tentara Afghanistan yang kebanyakan pria muda buta huruf.
Negara itu juga kekurangan infrastruktur untuk mendukung perlengkapan militer canggih dari AS. Hal itu menyebabkan militer Afghanistan tidak mampu memberikan perlawanan serius terhadap Taliban yang tidak diperlengkapi peralatan canggih dan jumlahnya lebih sedikit.
Inspektur Jenderal khusus AS untuk rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), John Sopko, menyebut kemampuan tentara Afghanistan dinilai terlalu tinggi. Setiap kali evaluasi dilakukan pada tentara Afghanistan, Sopko menyebut militer AS mengubah target dan menjadikannya lebih muda untuk menunjukkan kesuksesan.
"Kemudian akhirnya, ketika mereka tidak bisa melakukan itu, mereka mengklasifikasikan alat penilaian. Jadi mereka tahu seberapa buruk militer Afghanistan," ungkap Sopko.
Dalam laporan terbaru kepada Kongres AS pekan lalu, kantor Sopko menyatakan bahwa: "Sistem persenjataan canggih, kendaraan dan logistik yang digunakan militer Barat berada di luar kemampuan pasukan Afghanistan yang sebagian besar buta huruf dan tidak berpendidikan."
Tonton video 'Pemandangan Bandara Kabul yang Disesaki Warga Afghanistan':
Jumlah Personel yang Dilebih-lebihkan
Para pejabat Pentagon bersikeras menyatakan ada keuntungan jumlah dari pasukan keamanan Afghanistan. Mereka mengklaim jumlah pasukan pemerintah Afghanistan mencapai 300.000 personel baik di militer maupun kepolisian. Sementara, petempur Taliban diperkirakan hanya 70.000 orang.
Pada Juli 2020, berdasarkan penghitungan sendiri, 300.000 personel itu diketahui hanya mencakup 185.000 tentara atau personel pasukan operasi khusus di bawah kendali Kementerian Pertahanan. Sedangkan sisanya merupakan personel kepolisian dan pasukan keamanan lainnya.
Analisis Akademi Militer AS di West Point, New York, AS menyebutkan bahwa kurang dari 60 persen tentara Afghanistan merupakan pejuang terlatih. Penghitungan lebih akurat menyebut kekuatan tempur militer Afghanistan sebenarnya 'hanya' 96.000 personel. Jumlah itu setelah dikurangi jumlah personel Angkatan Udara yang mencapai 8.000 orang.
Laporan SIGAR juga menyebut pembelotan selalu menjadi masalah di tubuh militer Afghanistan. Pada tahun 2020, militer Afghanistan harus mengganti 25 persen tentaranya setiap tahun, yang sebagian besar karena adanya pembelotan, dan tentara AS yang bekerja dengan militer Afghanistan mulai melihat angka ini sebagai angka 'normal'.
Janji Setengah Hati
Para pejabat AS disebut berulang kali berjanji akan melanjutkan dukungan untuk militer Afghanistan setelah 31 Agustus yang menjadi batas akhir penarikan tentara AS. Namun, mereka tidak pernah menjelaskan bagaimana hal ini akan dilakukan secara logistik.
Dalam kunjungan terakhir ke Kabul pada Mei lalu, Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, membahas kemungkinan membantu militer Afghanistan mempertahankan Angkatan Udara mereka dari jauh, melalui pendekatan yang disebut logistik 'over the horizon'.
Konsep yang tidak jelas itu mengisyaratkan penggunaan sesi latihan virtual dengan video conference pada platform Zoom. Pendekatan itu dinilai seperti ilusi jika mengingat perlunya tentara Afghanistan memiliki komputer atau telepon genggam canggih yang berfungsi baik dengan koneksi wifi.
Mantan Duta Besar AS untuk Afghanistan, Ronald Neumann, meyakini militer AS 'bisa menggunakan lebih banyak waktu' untuk proses penarikannya. Perjanjian yang dicapai oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump dengan Taliban menyerukan penarikan pasukan asing pada 1 Mei.
Biden memundurkan tanggal itu, awalnya ke 11 September sebelum mempercepatnya menjadi 31 Agustus. Namun, dia juga memutuskan untuk menarik seluruh warga AS dari negara itu, termasuk para kontraktor yang memainkan peran penting dalam mendukung logistik AS di sana.
"Kita membangun Angkatan Udara yang bergantung pada kontraktor untuk pemeliharaan dan kemudian menarik para kontraktornya," sebut Neumann yang menjabat Dubes AS di bawah pemerintahan Presiden George W Bush, kepada radio NPR.
Tak Dibayar dan Tak Diberi Makan
Gaji tentara Afghanistan dibayarkan selama bertahun-tahun oleh Pentagon. Namun sejak rencana penarikan tentara AS diumumkan pada April, tanggung jawab pembayaran gaji diserahkan kepada pemerintah Afghanistan.
Sejumlah tentara Afghanistan mengeluh mereka tidak hanya tidak digaji selama berbulan-bulan, namun dalam banyak kasus, unit mereka tidak lagi menerima makanan atau pasokan. Bahkan ada yang tidak mendapat pasokan amunisi.
Penarikan tentara AS yang dilakukan dengan cepat menjadi pukulan terakhir bagi mereka.
"Kita secara mendalami sangat mengejutkan tentara Afghanistan dan moral mereka dengan menarik diri dan menarik dukungan udara kita," sebut Neumann.
Taliban Nyatakan Perang Berakhir
Taliban menyatakan perang telah berakhir usai mereka mengambil alih Istana Kepresidenan Afghanistan di Kabul. Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, juga meninggalkan Kabul pada Minggu (15/8) waktu setempat saat Taliban mulai memasuki ibu kota Afghanistan itu.
Dilansir dari Reuters, Senin (16/8), Ghani mengklaim dirinya meninggalkan Kabul demi menghindari pertumpahan darah. Sementara, ratusan warga Afghanistan membanjiri bandara Kabul dalam upaya meninggalkan negaranya.
Negara-negara Barat berupaya keras mengevakuasi para diplomat dan warga mereka dari negara tersebut.
"Hari ini adalah hari besar bagi rakyat Afghanistan dan para mujahidin. Mereka telah menyaksikan buah dari upaya dan pengorbanan mereka selama 20 tahun," ucap juru bicara kantor politik Taliban, Mohammad Naeem, kepada Al Jazeera TV.
"Alhamdulillah, perang telah berakhir di negara ini," tegas Naeem.
Naeem mengatakan jenis dan bentuk rezim baru di Afghanistan akan dijelaskan kepada publik. Dia menegaskan Taliban tidak ingin hidup dalam isolasi dan menyerukan hubungan internasional yang damai.
"Kami telah mencapai apa yang kami cari, yakni kebebasan negara kami dan kemerdekaan bagi rakyat kami," ucapnya.
"Kami tidak akan membiarkan siapapun memanfaatkan tanah kami untuk menargetkan siapapun, dan kami tidak ingin menyakiti yang lain," imbuh Naeem.