Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa kecewa besar terhadap PM Malaysia Muhyiddin Yassin. Bagaimana tidak? Pemerintah Malaysia di bawah perintah Muhyiddin Yassin mencabut enam aturan darurat terkait pandemi Corona (COVID-19) tanpa raja.
Seperti dilansir The Star, Kamis (29/7/2021), ternyata pencabutan juga tanpa melewati proses pembahasan di dalam parlemen. Keputusan pencabutan tanpa pembahasan itulah yang kemudian, seperti dilaporkan Kerajaan Malaysia, mengaggetkan Al-Sultan Abdullah.
Sementara itu, Pengawas Rumah Tangga Istana Negara Malaysia, Datuk Ahmad Fadil Shamdussin, menyebut wewenang untuk memberlakukan dan mencabut aturan darurat ada pada Yang di-Pertuan Agong. Wewencan itu secara jelas dinyatakan pada pasal 150 ayat 2(b) dan pasal 150 ayat (3) pada Konstitusi Federal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait hal ini, Yang Mulia menyatakan kekecewaan atas pernyataan 26 Juli di parlemen bahwa pemerintah telah mencabut seluruh Aturan Darurat yang diumumkan Raja pada masa darurat, meskipun Yang Mulia belum menyetujui pencabutan itu," ucap Ahmad Fadil dalam pernyataannya.
Tak hanya itu, dia mengungkap Raja Malaysia juga menyampaikan kekesalan besar karena usulannya agar pencabutan Aturan Darurat diajukan dan dibahas dalam parlemen, tidak dilaksanakan.
"Usulan Yang Mulia telah disetujui sebelumnya dalam rapat virtual pada 24 Juli dengan Menteri pada Departemen Perdana Menteri (Urusan Parlemen dan Hukum) Datuk Seri Takiyuddin Hassan dan Jaksa Agung Tan Sri Idrus Harun," sebut Ahmad Fadil.
"Yang Mulia menekankan bahwa pernyataan yang disampaikan Menteri Urusan Parlemen pada 26 Juli tidak akurat dan telah membingungkan Dewan Rakyat," imbuhnya.
Kemudian Ahmad Fadil menyebut bahwa Raja Malaysia juga merasa pencabutan aturan darurat di Malaysia terkesan tergesa-gesa dan membingungkan sebab tidak melalui pembahasan di parlemen sesuai aturan hukum yang ada.
"Yang di-Pertuan Agong merasa bahwa pencabutan Aturan (Darurat) tergesa-gesa dan pernyataan yang bertentangan dan membingungkan yang disampaikan di parlemen tidak menghormati prinsip penegakan hukum. Itu juga tidak menghormati fungsi dan wewenang Yang Mulai sebagai kepala negara, seperti diabadikan dalam Konstitusi Federal," tegasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Malaysia Putuskan Keadaan Darurat Covid-19 Berakhir 1 Agustus
PM Malaysia Didesak Mundur
Keputusan pencabutan tanpa izin Raja Malaysia ternyata berbuntut panjang. PM Malaysia Muhyiddin Yassin pun didesak untuk mundur lantaran dituduh melakukan pengkhianatan.
Desakan mundur itu juga mencuat setelah Raja Malaysia, Al-Sultan Abdullah, mengecam pemerintahan PM Muhyiddin yang dianggap menyesatkan parlemen soal pencabutan aturan darurat virus Corona (COVID-19).
PM Muhyiddin memimpin koalisi pemerintahan yang diwarnai skandal yang mencapai kekuasaan tahun lalu tanpa pemilu, namun pemerintahannya kini ada di ambang keruntuhan setelah sekutu-sekutu koalisinya menarik dukungan.
Pekan ini, parlemen Malaysia menggelar sesi khusus setelah berbulan-bulan reses di bawah penetapan masa darurat Corona, yang oleh para pengkritik sengaja diberlakukan PM Muhyddin agar bisa mempertahankan kekuasaannya tanpa dominasi mayoritas di parlemen.
Seperti dilansir AFP, Kamis (29/7/2021), Menteri Urusan Hukum mengumumkan penetapan masa darurat Corona berakhir pada 1 Agustus dan sejumlah aturan darurat yang diterapkan selama pandemi telah dibatalkan.
Para anggota parlemen Malaysia dari oposisi marah dan menuduh PM Muhyiddin hanya ingin menghindari perdebatan di parlemen. Mereka juga menekan ketidakjelasan apakah Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong Malaysia, Al-Sultan Abdullah, telah menyetujui pencabutan aturan darurat itu, seperti diatur dalam Konstitusi Federal.
Pada Kamis (29/7) waktu setempat, Istana Negara mengonfirmasi bahwa Al-Sultan Abdullah tidak memberikan persetujuan untuk pencabutan aturan darurat itu dan menyampaikan 'kekecewaan besar' terhadap pemerintahan PM Muhyddin.