Seorang ilmuwan China yang bertugas di laboratorium Wuhan yang menjadi pusat teori virus Corona (COVID-19) berasal dari kebocoran laboratorium membantah bahwa institusinya patut disalahkan atas bencana kesehatan itu.
Seperti dilansir AFP, Selasa (15/6/2021), bantahan itu disampaikan Dr Shi Zhengli kepada media terkemuka Amerika Serikat (AS), New York Times (NYT), dalam komentar yang tergolong langka dari pejabat China kepada media Barat.
"Bagaimana bisa saya memberikan bukti untuk sesuatu yang tidak ada buktinya?" ucap Dr Shi dalam komentarnya kepada NYT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak tahu bagaimana dunia bisa sampai kepada hal ini, terus-menerus menuangkan kotoran kepada ilmuwan yang tidak bersalah," imbuhnya.
Presiden AS, Joe Biden, bulan lalu memerintahkan badan-badan intelijen AS untuk menyelidiki asal-usul virus Corona, termasuk teori kebocoran laboratorium.
Hipotesis soal teori kebocoran laboratorium mencuat sejak awal pandemi merajalela, termasuk dikobarkan oleh pendahulu Biden, Donald Trump, namun kemudian teori itu mulai meredup dengan dianggap sebagai teori konspirasi.
Beberapa waktu terakhir, teori itu kembali mencuat dan mulai dipertimbangkan kebenarannya setelah muncul laporan yang menyebut tiga peneliti pada Institut Virologi Wuhan jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, dengan gejala-gejala konsisten dengan COVID-19, pada tahun 2019.
Para peneliti Wuhan itu dilaporkan jatuh sakit setelah mengunjungi sebuah gua kelelawar di Provinsi Yunnan, China.
Simak juga 'Ilmuwan Paparkan Teori Bocornya Virus Corona dari Lab Wuhan':
Dr Shi diketahui merupakan pakar untuk virus Corona pada kelelawar. Beberapa ilmuwan lainnya menyatakan dia bisa saja memimpin eksperimen 'gain-of-function' di mana para ilmuwan meningkatkan kekuatan virus demi mempelajari lebih baik dampaknya pada inang.
Menurut laporan NYT, Dr Shi dan koleganya di laboratorium Wuhan merilis laporan tahun 2017 soal eksperimen 'di mana mereka menciptakan virus Corona kelelawar hibrida baru dengan mencampur dan mencocokkan bagian dari beberapa yang sudah ada, termasuk setidaknya satu yang hampir bisa menular ke manusia, demi mempelajari kemampuan virus itu untuk menginfeksi dan mereplikasi di dalam sel manusia'.
Dalam pernyataan via email kepada NYT, Dr Shi menegaskan eksperimennya berbeda dari eksperimen 'gain-of-function' karena mereka tidak berupaya membuat virusnya lebih berbahaya. Melainkan, sebut Dr Shi, berupaya memahami bagaimana virus mungkin melompati spesies.
"Lab saya tidak pernah melakukan atau bekerja sama dalam melakukan eksperimen GOF (gain-of-function) yang meningkatkan virulensi (keganasan) virus," tegasnya.
Eksperimen 'gain-of-function' merupakan percobaan atau penelitian medis yang mengubah organisme atau penyakit dengan cara yang meningkatkan patogenesis, penularan atau jangkauan inang. Eksperimen semacam ini dimaksudkan untuk memprediksi lebih baik penyakit menular yang muncul dan mengembangkan vaksin dan terapi.