Pihak keluarga yang hendak mengambil jenazah kerabatnya yang tewas akibat serangan pasukan keamanan pada Jumat (9/4) waktu setempat diminta sejumlah biaya oleh militer Myanmar. Mereka diminta membayar sebesar 120 ribu Kyat Myanmar (Rp 1,2 juta).
Seperti dilansir CNN, Senin (12/4/2021), kelompok advokasi Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) melaporkan bahwa sedikitnya 82 orang tewas dalam unjuk rasa antikudeta di Bago, yang berjarak 90 kilometer sebelah timur laut Yangon.
Menurut laporan AAPP, pada Jumat (9/4) militer Myanmar menembaki para demonstran antikudeta di kota Bago, dengan menggunakan senapan serbu, granat peluncur roket (RPG) dan granat tangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjur, disebut lebih dari 700 orang tewas dalam berbagai insiden saat unjuk rasa di Myanmar sejak kudeta militer dilancarkan pada 1 Februari lalu. Sejak saat itu, pasukan keamanan junta Myanmar yang terdiri atas polisi, tentara dan tentara elite kontra-pemberontak menggunakan kekerasan berlebihan secara sistematis terhadap demonstran tanpa senjata dan beraksi damai. Sekitar 3.000 orang ditangkap dan banyak aktivis terpaksa bersembunyi.
Dalam penuturan yang disampaikan seorang saksi mata yang tinggal di kota Bago, banyak warga melarikan diri ke desa-desa sekitar sejak kehadiran pasukan keamanan Myanmar pada Jumat (9/4) lalu. Sejak hari itu juga, akses internet diputus dan pasukan keamanan melakukan perburuan demonstran di area tersebut.
"Saya tinggal di ruas jalan utama. Pasukan keamanan sering datang dan pergi," tutur sejumlah saksi mata kepada CNN.
Saksi mata juga menyebut jenazah-jenazah korban ditumpuk di kamar mayat setempat, usai penembakan oleh pasukan keamanan junta Myanmar.
Menurut posting-an Facebook dari Serikat Mahasiswa Universitas Bago, militer Myanmar sekarang memungut biaya sebesar 120 ribu Kyat Myanmar (Rp 1,2 juta) bagi keluarga korban yang ingin mengambil jenazah kerabat mereka yang tewas pada Jumat (9/4) lalu.