Minneapolis -
Derek Chauvin, mantan polisi Minneapolis di Amerika Serikat (AS), yang menjadi terdakwa utama dalam kasus pembunuhan George Floyd dinyatakan melanggar aturan dan kode etik Departemen Kepolisian Minneapolis soal menghormati 'kesucian hidup'.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (6/4/2021), hal itu disampaikan oleh Kepala Kepolisian Minneapolis, Medaria Arradondo, yang dihadirkan dalam sidang terbaru kasus Floyd pada Senin (5/4) waktu setempat.
"Itu bukan bagian dari pelatihan kami, dan itu jelas bukan bagian dari etika dan nilai-nilai kami," tegas Arradondo dalam pernyataannya di hadapan hakim, merujuk pada Chauvin yang seorang polisi kulit putih menindihkan lututnya di leher Floyd (46) yang seorang pria kulit hitam, selama lebih dari 9 menit pada Mei tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah video dari lokasi yang menunjukkan momen saat Floyd meregang nyawa memicu aksi protes besar-besaran terhadap kebrutalan polisi.
Dalam keterangannya selama 3,5 jam, Arradondo menyangkal klaim yang disampaikan Chauvin yang menyebut dirinya mematuhi pelatihan yang diterimanya selama 19 tahun mengabdi pada kepolisian. Chauvin mengaku tidak bersalah atas dakwaan pembunuhan dan pembunuhan tak disengaja yang dijeratkan padanya.
Menurut para pakar hukum yang memantau persidangan yang melibatkan polisi, tergolong sangat tidak biasa untuk seorang pejabat kepolisian senior untuk memberikan testimoni bahwa salah satu anak buahnya menggunakan kekerasan berlebihan.
Chauvin yang bersama tiga polisi lainnya dipecat oleh Arradondo sekitar sehari usai penangkapan Floyd, tampak duduk di kursi terdakwa sambil sesekali mencatat.
Dalam argumen pembuka dalam sidang pekan lalu, seorang jaksa penuntut memberitahu para juri persidangan bahwa mereka akan mendengar keterangan Arradondo, yang tidak akan 'basa-basi'. Tahun lalu, Arradondo merilis pernyataan mengecam Chauvin yang berbunyi: "Ini adalah pembunuhan -- itu bukan kurangnya pelatihan."
Pada Senin (5/4) waktu setempat, Arradondo yang tampil mengenakan seragam polisinya dan berbicara dengan melipat tangannya di depan.
"Saya sangat tidak setuju bahwa itu merupakan penggunaan kekerasan yang pantas untuk situasi itu pada 25 Mei lalu," tegas Arradondo dalam keterangannya.
Dia menyatakan bahwa polisi dilatih untuk memperlakukan orang-orang dengan martabat dan disumpah untuk menegakkan 'kesucian hidup'. Menurut Arradondo, para polisi juga dilatih memberikan pertolongan pertama dan diberi kursus penyegaran tahunan, mengikatkan turniket pada korban luka tembak yang mengalami pendarahan atau menggunakan naloxone inhaler untuk mengatasi kasus overdosis opioid.
Ditegaskan Arradondo bahwa Chauvin gagal mematuhi pelatihannya dalam beberapa hal. Dia bisa mengetahui dari seringai Floyd bahwa Chauvin menggunakan tekanan lebih dari maksimum 'ringan hingga sedang' yang boleh digunakan polisi terhadap leher seseorang.
Arradondo juga menyebut bahwa Chauvin tidak mengurangi penggunaan kekuatan mematikan bahkan saat Floyd sudah tidak sadarkan diri dan dia juga tidak memberikan pertolongan pertama pada Floyd yang sedang sekarat.
"Itu bertentangan dengan pelatihan kami untuk menempatkan lutut Anda tanpa batas pada individu yang sedang tengkurap, diborgol, untuk periode waktu tak terbatas," sebut Arradondo dalam testimoninya, yang senada dengan keterangan penyidik kasus pembunuhan paling senior di Minneapolis pekan lalu yang menyebut penggunaan kekuatan oleh Chauvin pada Floyd 'tidak bisa diterima'.
Dalam pemeriksaan silang, pengacara Chauvin, Eric Nelson, membuat Arradondo mengatakan bahwa dirinya sudah 'bertahun-tahun' tidak melakukan penangkapan. "Saya tidak berusaha meremehkan," timpalnya.
Dia juga membuat Arradondo sepakat dengannya bahwa penggunaan kekuatan oleh polisi seringkali 'tidak apik'.
Dalam keterangannya, Arradond menuturkan dirinya menyadari bahwa ada pelanggaran 'prinsip dan nilai-nilai' Kepolisian Minneapolis saat melihat video momen penangkapan Floyd yang direkam seorang bystander.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini