Myanmar Memanas Lagi, Diplomat AS Diperintahkan Angkat Kaki

Round-Up

Myanmar Memanas Lagi, Diplomat AS Diperintahkan Angkat Kaki

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 01 Apr 2021 04:34 WIB
YANGON, MYANMAR - MARCH 28: Anti-coup protesters use slingshots and pelt stones towards approaching security forces on March 28, 2021 in Yangon, Myanmar. Myanmars military Junta continued a brutal crackdown on a nationwide civil disobedience movement in which thousands of people have turned out in continued defiance of live ammunition. Local media and monitoring organizations estimate that over 400 people have been killed since the coup began, including dozens of children and minors. (Photo by Stringer/Getty Images)
Demonstran dan pengunjuk rasa memadati jalan-jalan Myanmar (Foto: Getty Images/Getty Images)
Washington DC -

Para diplomat non esensial Amerika Serikat (AS) beserta keluarganya diperintahkan Departemen Luar Negeri negaranya untuk segera meninggalkan Myanmar. Perintah ini disampaikan usai terus terjadinya kekerasan terhadap para demonstran antikudeta di Myanmar.

"Militer Burma (Myanmar) telah menahan dan menggulingkan pejabat pemerintah terpilih. Protes dan demonstrasi menentang kekuasaan militer telah terjadi dan diperkirakan akan terus berlanjut," kata Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan, menggunakan nama lama Myanmar, Burma, seperti dilansir AFP, Rabu (31/3/2021).

Setiap hari unjuk rasa dilakukan di seluruh Myanmar oleh para demonstran tak bersenjata. Mereka terus menuntut pemulihan pemerintahan dan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, di mana protes itu disambut dengan serangan gas air mata, peluru karet dan bahkan peluru tajam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada pertengahan Februari lalu, Departemen Luar Negeri AS mengizinkan 'kepulangan secara sukarela' bagi pegawai pemerintah AS non-darurat dan anggota keluarga mereka.

Namun saat ini, pemerintah memperbarui status tersebut menjadi 'perintah kepulangan'.

ADVERTISEMENT

"Departemen Luar Negeri membuat keputusan untuk mengesahkan perintah kepulangan dari Burma (Myanmar) karena alasan keselamatan dan keamanan personel pemerintah AS dan tanggungan mereka, serta warga negara AS adalah prioritas tertinggi departemen," kata seorang juru bicara.

Lebih lanjut, juru bicara itu mengatakan status tersebut akan ditinjau secara bertahap dalam 30 hari ke depan.

Korban tewas dari warga sipil akibat tindakan keras militer kini telah melampaui angka 520. Banyak negara di dunia mengecam kekerasan tersebut bahkan menjatuhkan sanksi terhadap militer Myanmar.

Simak juga 'Indonesia Kecam Keras Tragedi Pembunuhan di Myanmar!':

[Gambas:Video 20detik]



Pada Selasa (30/3), jalan-jalan di kota Yangon dipenuhi tumpukan sampah sebagai bentuk protes warga, dalam apa yang disebut mereka sebagai 'serangan sampah'.

"Aksi serangan sampah ini adalah aksi menentang junta," demikian bunyi sebuah poster di media sosial. "Semua orang bisa bergabung."

Para demonstran berupaya meningkatkan kampanye pembangkangan sipil dengan menggunakan taktik 'serangan sampah' di mana warga diminta meninggalkan sampah di persimpangan jalan utama. Media sosial juga diramaikan sejumlah gambar yang menunjukkan banyak tumpukan sampah di sepanjang jalan-jalan di Yangon.

AS, Inggris, dan Uni Eropa semuanya telah menjatuhkan sanksi sebagai tanggapan atas kudeta dan tindakan keras, tetapi sejauh ini tekanan diplomatik belum membujuk para jenderal untuk meredakan tindakan kekerasan.

Halaman 2 dari 2
(izt/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads