Sejumlah tentara etnis di Myanmar berusaha melindungi para pengunjuk rasa antikudeta usai kekerasan berdarah terus terjadi di sejumlah wilayah. Hal itu dilakukan usai adanya permintaan dari para aktivis penentang kudeta terhadap para kelompok etnis bersenjata beberapa waktu lalu.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (31/3/2021), lebih dari 500 orang telah meninggal dunia sejak kudeta dilancarkan pada 1 Februari lalu. Kekerasan yang terus meningkat membuat belasan kelompok etnis bersenjata turut mengutuk pemerintahan junta militer dan berjanji mendukung para pengunjuk rasa.
Di Negara Bagian Karen, Persatuan Nasional Karen (KNU) - salah satu kelompok etnis bersenjata terkuat - mengatakan mereka menanggapi permintaan bantuan dari demonstran antikudeta dengan mengirim para tentaranya untuk melindungi pengunjuk rasa. Pasukannya akan menyerang para tentara Myanmar dan memutus rute pasokan, yang menurut kelompok itu sebagai tanggapan atas diganggunya teritori mereka oleh militer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, di bagian utara Myanmar, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) telah melancarkan serangan serupa.
Pada hari Selasa (30/3), tiga pasukan gerilya lainnya, termasuk Tentara Arakan yang terkuat di negara bagian Rakhine barat, berjanji untuk bergabung dengan apa yang mereka sebut "revolusi musim semi" jika pembunuhan warga sipil tidak berhenti.
Anggota parlemen sipil, yang sebagian besar bersembunyi, telah mengumumkan rencana untuk membentuk "pemerintah persatuan nasional" pada 1 April mendatang - dengan peran-peran penting diberikan untuk para pemimpin etnis - dan menggelar pembicaraan online tentang perlawanan bersama terhadap pemerintah junta militer.
Dr Sasa, utusan internasional dari badan perwakilan pemerintah sipil Komisi Perwakilan Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), mengatakan konstitusi federal sementara telah dirancang bersama kelompok etnis dan masyarakat sipil. Dr Sasa juga berencana untuk membentuk "tentara federal" untuk menggantikan militer Myanmar, atau yang dikenal sebagai Tatmadaw.
"Jika (komunitas internasional) gagal mengambil tindakan, tentu saja perang saudara secara habis-habisan akan tak terhindarkan dan lebih banyak hari berdarah dan lebih banyak minggu berdarah dan lebih banyak bulan berdarah menunggu di depan kita," kata Dr Sasa kepada Reuters. "Memiliki tentara federal menjadi suatu keharusan dan itulah cara kita mencapai demokrasi dan kebebasan."
Meski bergabungnya sejumlah kelompok etnis bersenjata ke pasukan federal sudah direncanakan, beberapa pihak mengatakan tetap sulit untuk saling bekerja sama lantaran para pemberontak kerap bersaing dan sering juga bertempur satu sama lain.
Simak juga 'Demonstran Tak Gentar Meski Militer Tewaskan 114 Orang Sehari':