Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, tidak berniat untuk bertemu dengan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-Un. Gedung Putih menyatakan bahwa pendekatan Biden terhadap Korut akan berbeda dengan pemerintahan sebelumnya.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (30/3/2021), Korut baru saja meluncurkan rudal balistik jarak dekat tipe terbaru pekan lalu. AS telah meminta komisi sanksi pada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menggelar rapat dan membahas peluncuran rudal Korut.
Peluncuran rudal Korut itu menuai kecaman dari AS, termasuk Biden. Dalam tanggapannya, Biden menyatakan AS tetap terbuka untuk diplomasi dengan Korut meskipun ada peluncuran tersebut. Namun Biden juga memperingatkan bahwa akan ada respons kuat jika Korut semakin meningkatkan ketegangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditanya apakah pendekatan diplomatik Biden kepada Korut akan mencakup 'duduk bersama Presiden Kim Jong-Un' seperti yang dilakukan mantan Presiden Donald Trump, Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki, memberi jawaban tegas.
"Saya pikir pendekatannya akan sangat berbeda dan itu (duduk bersama Kim Jong-Un) bukan menjadi niatnya," tegas Psaki.
Trump diketahui menggelar tiga pertemuan dengan Kim Jong-Un, juga saling bertukar surat.
Namun hubungan kedua negara berujung buntu, setelah Korut menyatakan tidak akan terlibat lebih jauh dalam perundingan kecuali AS membatalkan kebijakan permusuhan.
Pada Sabtu (27/3) lalu, otoritas Korut menyebut pemerintahan Biden telah mengambil langkah pertama yang salah dalam berhadapan dengan rezim komunis ini. Korut juga menyebut bahwa kritikan Biden telah mengungkapkan 'permusuhan yang mendalam' dari AS terhadap Korut.
"Pernyataan seperti itu dari Presiden AS merupakan gangguan yang tidak disamarkan terhadap hak mempertahankan diri dari negara kami dan provokasi untuk itu," cetus Ri Pyong Chol, pejabat terkemuka yang memimpin program rudal Korut, dalam pernyataan yang dirilis Korean Central News Agency (KCNA).
"Kami sama sekali tidak mengembangkan senjata untuk menarik perhatian seseorang atau mempengaruhi kebijakannya. Saya pikir pemerintahan baru AS jelas telah mengambil langkah pertama yang salah," imbuh Ri.