Ribuan wanita di berbagai negara di dunia ikut dalam aksi demo untuk memperingati Hari Perempuan Internasional di tengah berbagai pembatasan virus Corona (COVID-19) yang diberlakukan. Mulai dari India, Filipina hingga Spanyol, para wanita menyerukan kesetaraan hak dan kebebasan, serta diakhirinya kekerasan terhadap wanita.
Seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (9/3/2021), ratusan wanita Uighur di Turki menggelar long march di sepanjang area Selat Bosphorus pada Senin (8/3) waktu setempat. Dalam aksinya, mereka menuntut penutupan kamp-kamp penahanan massal di Xinjiang, China.
Para demonstran meneriakkan 'setop genosida' dan 'tutup kamp' dalam aksi long march yang berjarak hanya beberapa ratus meter dari Konsulat China di Istanbul. Kelompok-kelompok HAM meyakini sedikitnya 1 juta warga Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp yang tersebar di Xinjiang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Filipina, ratusan demonstran yang kebanyakan wanita beraksi di jalanan ibu kota Manila. Dalam aksinya, mereka memprotes Presiden Rodrigo Duterte terkait dugaan tindak penganiayaan terhadap wanita.
Demonstran menghancurkan sebuah boneka Duterte dengan palu dalam aksi protes yang digelar di dekat kediaman Presiden Filipina di Manila. Dalam aksi itu, para aktivis hak wanita mengecam Duterte atas kebijakan keamanan yang disebut kejam.
"Kita menghadapi virus yang jauh lebih mematikan daripada COVID dan itu adalah kepresidenan yang busuk, antirakyat, pro-kepentingan asing dan macho-fasis," sebut Joms Salvador selaku Sekjen Gabriela, organisasi perempuan terkemuka di Filipina.
Sejak menjabat tahun 2016, Duterte membuat marah banyak kelompok aktivis wanita, yang menyebutnya misoginis setelah dia beberapa kali melontarkan lelucon soal pemerkosaan.
Sementara itu, para demonstran di Meksiko menuliskan nama ratusan korban femisida atau pembunuhan wanita, pada pembatas logam setinggi 3 meter yang dipasang pekan lalu untuk melindungi bangunan bersejarah di Istana Nasional Meksiko dari vandalisme dalam aksi tersebut.
Simak juga 'Google Rayakan Hari Perempuan Internasional 2021':
Para demonstran marah pada Presiden Andres Manuel Lopez Obrador karena dia mendukung seorang politikus yang dituduh melakukan pemerkosaan, terutama saat Meksiko mengalami tindak kekerasan gender yang merajalela.
Di Venezuela, para aktivis HAM menuntut pembebasan 17 wanita yang dianggap sebagai tahanan politik, serta menuntut hukuman berat bagi pelaku femisida.
Dalam unjuk rasa di luar kantor Program Pembangunan PBB di Caracas, jaksa Ana Leonor Acosta menuturkan kepada kerumunan demonstran bahwa 17 wanita ditahan demi 'memeras' beberapa buronan agar menyerah atau mengaku. "Mereka adalah sandera," tegas Acosta.
Kelompok HAM setempat menyebut pemerintahan Presiden Nicolas Maduro menahan sedikitnya 328 warga Venezuela, termasuk warga sipil dan personel militer, untuk alasan politik. Pemerintahan Maduro membantah hal itu dan menyebut mereka ditahan atas berbagai kejahatan, termasuk terorisme.
Ribuan petani wanita di India tak mau ketinggalan, dengan menggelar aksi sit-in dan ikut aksi mogok makan di New Delhi dalam rangkaian memprotes undang-undang (UU) pertanian yang baru. Unjuk rasa dengan tuntutan serupa telah digelar puluhan ribu petani India selama lebih dari tiga bulan terakhir.
Para petani menilai UU pertanian baru itu akan membuat mereka semakin miskin dan malah semakin korporasi besar. Namun pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan UU itu diperlukan untuk memodernisasi pertanian di India.
Sekitar 100 wanita yang semuanya memakai pakaian dan atribut warna kuning dan hijau, duduk bersila secara massal di depan sebuah panggung rakitan di Ghazipur. Setidaknya ada 17 orang yang melakukan mogok makan dalam aksi protes itu.
"Wanita-wanita duduk di sini, di tempat terbuka, menggelar protes, tapi Modi tidak peduli. Dia tidak peduli pada ibu-ibu, saudara perempuan dan anak perempuan. Dia tidak peduli dengan wanita. Itu jelas," cetus salah satu petani wanita bernama Mandeep Kaur, yang bepergian sejauh 1.100 kilometer dari Chhattisgarh untuk ikut aksi ini.
Di Pakistan, negara tetangga India, ribuan wanita juga menggelar aksi pawai untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. Kesetaraan hak, kebebasan untuk memilih pasangan hidup, diakhirinya kawin paksa demi budaya dan agama, serta diakhirinya pelecehan seksual menjadi beberapa tuntutan para wanita ini.
Aurat March atau March Wanita didirikan di Pakistan tahun 2018 saat wanita dari berbagai lapisan masyarakat melakukan long march ke kota pelabuhan Karachi untuk menuntut kesetaraan hak. Sejak saat ini, aksi serupa digelar di kota-kota besar Pakistan setiap tahunnya.
Tak ketinggalan, lebih dari 100 demonstran di Spanyol melanggar larangan protes dan berkumpul di tempat umum untuk menggelar aksi protes -- sambil menjaga jarak -- di alun-alun pusat Puerta del Sol, Madrid. Dalam aksinya, para demonstran menuntut diakhirinya tindak kekerasan dan penindasan terhadap wanita.
"Spanyol tidak bisa terus dibangun dengan wanita dipinggirkan, dengan hanya sedikit yang melakukan dobrakan sementara yang paling rentan masih ada di bawah," ucap Menteri Kesetaraan, Irene Montero.