Aplikasi berbagi video, TikTok menghebohkan publik lantaran memunculkan video ancaman pembunuhan dari sejumlah tentara dan polisi Myanmar terhadap para demonstran antikudeta. Akibat dianggap menghasut kekerasan, konten berisi ancaman semacam itu telah dihapus oleh pihak TikTok.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (5/3/2021), salah satu video berisi ancaman diposting akhir Februari lalu, yang menunjukkan seorang pria berseragam tentara dan menodongkan senapan serbu ke arah kamera.
"Saya akan menembak wajah-wajah sialan Anda...dan saya menggunakan peluru tajam," ucap pria berseragam tentara itu dalam video tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya akan berpatroli di seluruh kota malam ini dan saya akan menembak siapa pun yang saya lihat... Jika Anda ingin menjadi martir, saya akan memenuhi keinginan Anda," imbuhnya.
Reuters belum berhasil menghubungi pria dalam video itu maupun pria berseragam lainnya yang muncul dalam video-video TikTok untuk memverifikasi bahwa benar mereka anggota militer dan kepolisian Myanmar.
Kelompok hak digital, Myanmar ICT for Development (MIDO) menuturkan pihaknya menemukan lebih dari 800 video pro-militer yang mengancam para demonstran, saat Myanmar mengalami hari paling berdarah dengan laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut 38 demonstran tewas dalam sehari.
"Itu hanyalah puncak gunung es," sebut Direktur Eksekutif MIDO, Htaike Htaike Aung, dalam pernyataannya.
Ditambahkan Htaike bahwa ada 'ratusan' video lainnya yang isinya mengancam balik tentara dan polisi di aplikasi tersebut. Juru bicara junta militer Myanmar belum mengomentari laporan ini
TikTok menjadi platform media sosial terbaru yang dipenuhi konten ancaman atau ujaran kebencian di Myanmar. Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Facebook, telah memblokir semua akun dan halaman terkait militer Myanmar -- Facebook sendiri kini diblokir di Myanmar.
Penggunaan TikTok dilaporkan mengalami perkembangan pesat di Myanmar, terutama setelah junta militer melarang Facebook bulan lalu. Aplikasi berbagi video ini juga populer di kalangan aktivis muda Myanmar, dengan tagar #SaveMyanmar mencapai 850 juta views. Sementara Facebook, meski dilarang, tetap populer di Myanmar. Para peneliti seperti Htaike meyakini militer Myanmar berupaya mengembangkan keberadaannya di platform-platform lainnya.
Dalam pernyataannya, pihak TikTok menyatakan konten berisi ancaman semacam itu melanggar aturan mereka. Kebijakan TikTok juga melarang aksi menampilkan senjata api kecuali berada di 'lingkungan yang aman'.
"Kami memiliki Pedoman Komunitas yang jelas yang menyatakan kami tidak mengizinkan konten yang menghasut kekerasan atau informasi keliru yang memicu bahaya... Terkait dengan Myanmar, kami telah dan terus segera menghapus semua konten yang menghasut kekerasan atau menyebarkan informasi keliru, dan secara agresif memantau penghapusan setiap konten yang melanggar pedoman kami," tegas pihak TikTok.