Serangan roket menghantam zona dengan keamanan tinggi di Baghdad, Irak, yang menjadi lokasi Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS). Serangan itu adalah serangan ketiga dalam seminggu terakhir, yang menargetkan misi diplomatik, militer atau komersial negara Barat di berbagai wilayah Irak.
Seperti dilansir AFP, Selasa (23/2/2021), Dinas Keamanan Irak menyatakan setidaknya dua roket mengenai perimeter Zona Hijau, kawasan keamanan tinggi yang menjadi lokasi Kedubes AS dan negara-negara asing lainnya.
Sumber keamanan di Zona Hijau itu mengatakan sistem pertahanan anti-roket C-RAM yang dikerahkan di kompleks Kedubes AS tidak merespons roket-roket itu, karena roket itu diperkirakan tidak jatuh di dalam kompleks diplomatik AS itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa setidaknya satu roket menghantam markas besar Dinas Keamanan Nasional Irak yang terletak di dekat misi diplomatik AS. Serangan itu merusak beberapa mobil yang diparkir di sana.
Sejak tahun 2014, koalisi pimpinan AS dikerahkan di Irak untuk membantu pasukan pemerintah memerangi para militan. Mereka juga beroperasi di pangkalan dekat kedutaan AS.
"Koalisi melaporkan tidak ada kerusakan atau cedera," kata juru bicara koalisi, Wayne Marotto, di Twitter.
Satu roket lainnya dilaporkan jatuh ke daerah pemukiman terdekat di Harithiya. Seorang penduduk daerah itu mengatakan kepada AFP bahwa roket itu merusak kompleks parkir bertingkat hanya beberapa meter dari rumahnya.
Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, tetapi militer mengatakan telah menemukan lokasi peluncuran roket di distrik utara Baghdad.
Serangan itu terjadi satu minggu setelah lebih dari belasan roket menyerang kompleks militer Bandara Erbil di Irak utara, yang menampung pasukan asing dari koalisi pimpinan AS. Dua orang tewas, termasuk satu kontraktor asing yang bermarkas di bandara dan seorang warga sipil, yang meninggal karena luka-luka pada Senin (22/2) waktu setempat.
Serangan-serangan itu biasanya diklaim oleh kelompok bayangan, yang menurut pejabat Irak dan AS sebagai "tabir" bagi faksi garis keras pro-Iran di Irak.
AS akan meminta pertanggungjawaban Iran setelah serangan terbaru, tetapi bersikeras tidak akan menariknya kepada eskalasi serangan.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price, mengatakan AS "marah" oleh serangan yang terjadi di Irak. Ia menambahkan akan meminta pertanggungjawaban Iran atas tindakan proksi yang menyerang Amerika.
"Apa yang tidak akan kami lakukan adalah menyerang dan mengambil risiko eskalasi yang terjadi di tangan Iran dan berkontribusi pada upaya mereka untuk lebih mengguncang Irak," kata Price kepada wartawan.
Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhimi, telah berjanji untuk menghentikan serangan roket, Pihaknya juga terus berjuang meminta pertanggungjawaban dari pihak terkait.
Pada bulan Oktober lalu, AS mengancam akan menutup kedutaan besarnya di Baghdad jika serangan tidak berhenti. Ancaman itu membuat kelompok garis keras setuju untuk gencatan senjata tanpa batas.