Seperti dilansir AFP, Selasa (9/2/2021) guru bernama Didier Lemaire mengatakan kepada media Prancis bahwa dirinya diancam setelah menulis surat terbuka kepada pemerintah. Dalam surat itu, ia mengatakan negara tidak melakukan banyak tindakan untuk melindungi Samuel Paty, guru yang dipenggal kepalanya dalam serangan ekstremis pada Oktober 2020 lalu.
Di majalah berita Le Point, Lemaire menulis bahwa "Saya telah menjadi saksi sektarianisme yang semakin menguasai tubuh dan pikiran orang".
Ia mengatakan bahwa Paty "tidak dilindungi oleh lembaga yang meremehkan ancaman".
Lemaire adalah guru filsafat di sebuah sekolah menengah di Trappes, daerah pinggiran kota dengan populasi besar Muslim yang telah menjadi simbol dari upaya pemerintah untuk mengekang radikalisme.
Pihak berwenang mengatakan konservatisme Salafi garis keras telah menarik banyak pengikut di kota itu, di mana sekitar 50 orang pergi berperang bersama anggota ISIS di Irak dan Suriah dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami telah menerima laporan terkait kekhawatiran yang diungkapkan oleh guru ini sehubungan dengan ancaman yang diduga dia terima," kata kantor kejaksaan di Versailles, tanpa memberikan rincian.
Sumber polisi membenarkan bahwa Lemaire kini berada dalam perlindungan polisi.
"Sesuai dengan keinginannya, distrik sekolah bekerjasama dengan polisi akan memastikan keamanan saat dia mengajar di sekolah tersebut," kata dewan pendidikan Versailles dalam sebuah pernyataan.
Pembunuhan Paty terjadi menyusul serangkaian serangan teror sejak pembantaian Januari 2015 di kantor mingguan satir Charlie Hebdo, yang telah menerbitkan kartun kontroversial Nabi Muhammad.
Paty telah menunjukkan kartun tersebut kepada murid-murid di kelasnya.
Paty diserang oleh seorang pemuda berdarah Chechnya, Abdullakh Anzorov (18). (izt/ita)