Kudeta militer yang melanda Myanmar dan penahanan pemimpin de-facto Aung San Suu Kyi oleh militer juga memicu komentar dari para pengungsi Rohingya. Seperti apa komentar pengungsi Rohingya itu?
Seperti dilansir Reuters, Senin (1/2/2021), Suu Kyi yang dijuluki pahlawan demokrasi di Myanmar dan pernah menerima Nobel Perdamaian ini sangat populer di negaranya. Namun reputasi internasional Suu Kyi tercoreng setelah dia gagal menghentikan pengusiran paksa ratusan ribu etnis Muslim Rohingya tahun 2017.
Reputasinya semakin memburuk di mata internasional dalam beberapa tahun terakhir dengan adanya tuduhan genosida terhadap warga Rohingya. Myanmar menyanggah tuduhan genosida dan bersikeras mengklaim bahwa operasi militer di Rakhine -- tempat tinggal Rohingya -- menargetkan para teroris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Senin (1/2) waktu setempat, militer Myanmar melakukan dalam kudeta terhadap pemerintahan yang terpilih secara demokratis yang dipimpin oleh Suu Kyi. Militer Myanmar menahan Suu Kyi dan sejumlah tokoh senior pemerintahan Myanmar dalam penggerebekan dini hari.
Dalam pernyataannya, militer Myanmar mengumumkan pihaknya mengambil alih kekuasaan dan menetapkan masa darurat selama satu tahun ke depan.
Kecaman mengalir dari banyak pihak dan berbagai negara. Tidak ketinggalan, para pengungsi Rohingya yang kini tinggal di kamp-kamp Bangladesh juga melontarkan kecaman terhadap kudeta militer di negara asalnya itu.
"Kami, komunitas Rohingya, mengecam keras upaya keras untuk membunuh demokrasi ini," ucap pemimpin pengungsi Rohingya, Dil Mohammed, kepada Reuters lewat sambungan telepon.
"Kami mendesak komunitas global untuk maju dan memulihkan demokrasi dengan cara apapun," cetusnya.
Tonton video 'Panic Buying Landa Warga Myanmar Usai Kudeta Militer:
Militer Myanmar dalam pernyataannya juga menyebut bahwa alasan pengambilalihan kekuasaan itu sebagian karena kegagalan pemerintah sipil Myanmar dalam mengambil tindakan terhadap keluhan militer soal kecurangan pemilu November 2020 dan kegagalan pemerintah menunda pemilu karena pandemi virus Corona (COVID-19).
"Jika persoalan ini tidak diselesaikan, maka akan menghambat jalan menuju demokrasi dan oleh karenanya, harus diselesaikan sesuai dengan hukum," tegas militer Myanmar sembari mengutip bagian dari Konstitusi tahun 2008 -- yang dirancang militer -- yang memungkinkan militer mengambil kendali pada masa darurat nasional.
Sementara itu, Suu Kyi dalam pernyataan terbaru yang dirilis Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang dipimpinnya, menyerukan warga Myanmar untuk menolak dan memprotes kudeta militer itu.