Empat sekolah milik UNICEF untuk anak-anak Rohingya di kamp pengungsi di Bangladesh hangus dilalap api. Pihak UNICEF menyebut aksi tersebut merupakan aksi pembakaran.
Melansir dari AFP, Selasa (19/1/2021), tidak diketahui siapa yang melakukan pembakaran di sekolah-sekolah yang saat kejadian sedang kosong tersebut. Beberapa bulan terakhir, situasi keamanan di kamp-kamp pengungsian memang memburuk.
Pekan lalu, kebakaran yang diduga dipicu oleh kompor gas, telah menghanguskan ratusan gubuk bambu di salah satu kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh. Kebakaran itu menyebabkan ribuan pengungsi asal Myanmar kehilangan tempat tinggal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Razwan Hayat, komisaris pengungsi Bangladesh, mengatakan kepada AFP bahwa dia yakin kebakaran terakhir tidak disulut dengan sengaja. Terlebih material bangunan sekolah memang terbuat dari bahan yang mudah terbakar.
"Kami sedang menyelidikinya. Tapi kami pikir itu kecelakaan. Itu bukan bangunan permanen," katanya.
Berbeda dengan Hayat, UNICEF mengatakan di Twitter bahwa insiden itu merupakan aksi pembakaran. Pihaknya juga segera bekerjasama dengan beberapa pihak untuk menilai kerusakan dan mempercepat proses pembangunan kembali pusat pembelajaran itu.
UNICEF menjalankan sekitar 2.500 pusat pembelajaran di 34 kamp pengungsi di distrik Cox's Bazar, perbatasan tenggara Bangladesh. Sekitar 240.000 anak Rohingya belajar di tempat tersebut sebelum pandemi COVID-19.
"Sekolah-sekolah itu telah ditutup selama berbulan-bulan sebagai upaya untuk memerangi penyebaran virus Corona. Tapi diperkirakan akan dibuka lagi mulai bulan depan," kata relawan.
Sebagian besar warga Rohingya konservatif banyak yang menentang pendidikan untuk anak perempuan. Sekitar 750.000 warga Rohingya yang tinggal di kamp pengungsian Bangladesh adalah mereka yang melarikan diri dari penumpasan militer di Myanmar pada 2017, yang oleh PBB disamakan dengan pembersihan etnis.
Kemungkinan mereka untuk kembali ke Myanmar sangat kecil sehingga menyebabkan ketegangan dengan penduduk lokal dan mendorong pengungsi melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke Malaysia dan Indonesia.
Beberapa bulan terakhir telah terjadi bentrokan antara kelompok-kelompok termasuk militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Bentrokan itu menewaskan tujuh orang dan banyak rumah dibakar.