Washington DC -
House of Representatives (HOR) atau DPR Amerika Serikat (AS) memakzulkan Presiden Donald Trump untuk keduanya kalinya dalam voting pada Rabu (13/1) waktu setempat, hanya sepekan sebelum dia mengakhiri masa jabatannya. Selanjutnya apa yang bisa dilakukan untuk mengesahkan pemakzulan itu?
Seperti dilansir AFP, Kamis (14/1/2021), hasil voting DPR AS yang dikuasai Partai Demokrat pada Rabu (13/1) waktu setempat menunjukkan 232 anggota sepakat memakzulkan Trump dan 197 anggota lainnya menolak. Para anggota DPR AS yang menolak itu semuanya dari Partai Republik.
Namun sedikitnya 10 anggota DPR AS dari Partai Republik yang bergabung dengan 222 anggota dari Partai Demokrat yang sepakat memakzulkan Trump untuk kedua kalinya, setelah yang pertama terjadi tahun 2019 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam voting pemakzulan ini, Trump didakwa menghasut penyerbuan dan kerusuhan di Gedung Capitol AS pada 6 Januari lalu, yang didalangi oleh para pendukungnya. Rusuh itu terjadi saat Kongres AS sedang menggelar sidang pengesahan kemenangan Presiden terpilih AS, Joe Biden, dalam pilpres AS 2020.
Terlepas dari itu, pemakzulan Trump oleh DPR AS baru langkah awal, karena ada sejumlah proses lanjutan yang harus ditempuh untuk bisa memakzulkan Trump sepenuhnya. Apa saja langkah tersebut?
Sidang Pemakzulan Digelar oleh Senat AS
Setelah Trump dimakzulkan oleh DPR AS, maka Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, untuk selanjutnya akan menyerahkan pasal pemakzulan -- yang telah divoting DPR AS -- kepada Senat AS. Waktu penyerahan itu tergantung pada Pelosi.
Nantinya, Senat AS akan menggelar sidang untuk Trump setelah pasal pemakzulan yang fokus pada tindakan menghasut pemberontakan itu, resmi diserahkan.
Hal serupa terjadi tahun 2019 lalu saat Trump dimakzulkan DPR AS atas tuduhan menyalahgunakan wewenang dengan menekan Ukraina untuk membeberkan hal-hal yang menyudutkan Biden. Namun pada saat itu, Trump dibebaskan dari pemakzulan dalam sidang Senat AS, yang dikuasai Partai Republik.
Untuk kali ini, Trump hanya memiliki sisa masa jabatan sepekan di Gedung Putih karena Biden akan dilantik menjadi Presiden ke-46 AS pada 20 Januari. Senat AS sendiri masih dalam masa reses dan belum akan kembali bersidang hingga setidaknya 19 Januari mendatang.
Namun, Ketua Minoritas Senat AS, Chuck Schumer, dari Partai Demokrat menyatakan Ketua Mayoritas Senat AS, Mitch McConnell, dari Partai Republik bisa memanggil para Senator AS untuk kembali bersidang lebih awal dan menggelang sidang darurat. Dalam komentarnya, McConnell mengesampingkan opsi itu.
Ditegaskan McConnell bahwa jika Senat AS bertindak 'segera' tetap tidak mungkin akan bisa menggelar sidang pemakzulan sebelum Biden dilantik dan sebelum Trump mengakhiri masa jabatannya. Dia menekankan bahwa tiga sidang pemakzulan presiden AS terdahulu membutuhkan waktu 83 hari, 37 hari dan 21 hari.
Menanggapi hal itu, Schumer menyatakan bahwa terlepas dari kapan pun sidang pemakzulan digelar, dia memperingatkan agar 'jangan membuat kesalahan, akan ada sidang pemakzulan di Senat Amerika Serikat'.
"Donald Trump pantas menjadi presiden pertama dalam sejarah Amerika yang menanggung cela pemakzulan dua kali. Senat perlu bertindak dan memproses persidangan dan menggelar voting untuk menentukan apakah dia bersalah," tegasnya.
Sidang Pemakzulan Usai Masa Jabatan Trump Berakhir?
Tiga presiden AS terdahulu yang dimakzulkan, tidak pernah disidang oleh Senat AS setelah mengakhiri masa jabatannya. Sama seperti Trump, baik Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998-1999), dimakzulkan oleh DPR AS namun dibebaskan dari pemakzulan oleh Senat AS.
Para akademisi konstitusional berargumen bahwa seorang mantan presiden tidak bisa diadili oleh Senat AS. Namun diketahui bahwa DPR AS pernah memakzulkan dan Senat AS mengadili mantan-mantan Senator dan hakim AS setelah mereka tidak lagi menjabat.
Jika sidang pemakzulan Trump digelar setelah 20 Januari, maka Partai Republik tidak akan lagi memegang dominasi atas Senat AS. Schumer dari Partai Demokrat akan menjabat Ketua Mayoritas Senat AS untuk selanjutnya. Situasi ini berbeda dengan sidang tahun 2019 saat Trump dibebaskan dari pemakzulan oleh Senat AS.
Meskipun demikian, McConnell yang masih menjadi Senator AS tetap akan memegang peran penting di kalangan Senator Republikan lainnya. Dia diketahui belum mengesampingkan opsi untuk memvoting Trump bersalah.
Dalam sidang tahun 2019, McConnell mampu menggerakkan seluruh Senator Republikan, kecuali Mitt Romney dari Utah, untuk memvoting Trump tidak bersalah atas pasal pemakzulan yang saat itu dijeratkan. Kali ini, menurut laporan media AS, McConnell meyakini Trump melakukan pelanggaran yang bisa dimakzulkan dan melihat kesempatan untuk menyingkirkan Trump dari Partai Republik selamanya.
Dibutuhkan dukungan mayoritas dua pertiga dari Senator AS yang hadir untuk menyatakan Trump bersalah atas pasal pemakzulan yang dijeratkan. Situasi ini berarti, setidaknya harus ada 17 Senator Republikan yang bergabung Senator Demokrat untuk menyatakan Trump bersalah.
Terlepas dari itu, Schumer menambahkan bahwa Senat AS tidak hanya akan memvoting Trump bersalah atau tidak atas 'kejahatan level tinggi dan pelanggaran ringan' tapi juga menggelar voting yang bisa melarang Trump mencalonkan diri untuk jabatan federal di masa mendatang.
Trump sebelumnya mengutarakan keinginannya untuk kembali mencalonkan diri dalam pilpres 2024. Dibutuhkan suara mayoritas Senat AS untuk bisa melarangnya untuk kembali maju capres.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini