Polisi anti huru hara Thailand menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah para pengunjuk rasa yang mencoba menembus barikade kawat. Aksi itu terjadi di luar gedung parlemen pada Selasa (17/11) ketika anggota parlemen membahas kemungkinan perubahan pada konstitusi.
Dilansir dari Channel News Asia (CNA) dan Reuters, Selasa (17/11/2020) para pengunjuk rasa menuntut perubahan pada konstitusi yang dibuat oleh bekas pemerintahan militer Thailand. Mereka juga menginginkan pencopotan Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, mantan penguasa militer, dan reformasi untuk mengekang kekuasaan monarki.
Polisi mendirikan barikade di luar parlemen, di mana ratusan royalis (pendukung monarki) sebelumnya berdemonstrasi untuk meminta anggota parlemen agar tidak mengubah konstitusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koresponden CNA di tempat kejadian melihat demonstran di garis depan berteriak dan berlari, ketika mereka terkena gas air mata dan meriam air saat polisi mencoba membubarkan massa.
Tayangan di televisi menunjukkan meriam air ditembakkan ke baris terdepan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang tiba dengan helm dan masker dan mencoba melepaskan gulungan kawat. Para pengunjuk rasa melemparkan kembali bom asap berwarna ke arah polisi.
"Anak buah diktator!" kata kelompok protes Pemuda Bebas memposting di Twitter dengan foto-foto polisi anti huru hara yang menggunakan helm.
Polisi menyatakan bahwa aksi protes dilarang dalam jarak 50 meter dari daerah tersebut. Ratusan pengunjuk rasa berkumpul di dekatnya.
Apa yang didiskusikan di parlemen? Klik halaman selanjutnya.
Anggota parlemen Thailand saat ini sedang mendiskusikan beberapa proposal tentang bagaimana konstitusi dapat diubah - beberapa di antaranya akan mengecualikan kemungkinan perubahan pada cara monarki Raja Maha Vajiralongkorn diperlakukan di bawah konstitusi.
Ada juga diskusi tentang peran Senat, yang seluruhnya dipilih oleh mantan junta pimpinan Prayuth dan membantu memastikan bahwa dia mempertahankan kekuasaan dengan mayoritas parlemen setelah pemilihan yang disengketakan tahun lalu. Prayuth mengatakan pemungutan suara itu adil.
Anggota parlemen oposisi juga menyerukan perubahan pada konstitusi.
Aksi-aksi protes yang terjadi sejak Juli ini, awalnya menargetkan Prayuth dan perubahan konstitusional. Namun, kemudian aksi demo itu menyerukan peran raja agar lebih jelas bertanggung jawab di bawah konstitusi dan untuk membalikkan perubahan yang memberi raja saat ini kendali pribadi atas kekayaan kerajaan dan beberapa unit tentara.
"Mengubah konstitusi akan mengarah pada penghapusan monarki," kata salah satu pemimpin demo, Warong Dechgitvigrom kepada wartawan.