Sementara itu, dalam pernyataan kepada Reuters, Kementerian Luar Negeri China membantah keras adanya kerja paksa dalam program itu. Ditegaskan bahwa China adalah negara hukum dan bahwa para tenaga kerja itu bekerja secara sukarela dan diberi kompensasi yang sesuai.
"Apa yang disebut oleh orang-orang dengan motif tersembunyi sebagai 'kerja paksa' sama sekali tidak ada. Kami berharap komunitas internasional bisa membedakan yang benar dari yang salah, menghormati fakta dan tidak tertipu oleh kebohongan," tegas Kementerian Luar Negeri China dalam penegasannya.
Memindahkan surplus tenaga kerja pedesaan ke sektor industri menjadi bagian penting dari upaya China untuk meningkatkan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun di daerah seperti Xinjiang dan Tibet yang memiliki populasi etnis yang besar dan riwayat kerusuhan, kelompok-kelompok HAM menyebut program-program semacam itu mencakup penekanan pelatihan ideologi sangat besar.
Dan adanya kuota pemerintah dan pengelolaan ala militer, sebut kelompok-kelompok HAM, menunjukkan bahwa transfer tenaga kerja massal itu memiliki elemen pemaksaan.
(nvc/ita)