Parlemen Turki pada hari Rabu (29/7) mengesahkan RUU kontroversial yang akan memberikan pemerintah kontrol atas media sosial (medsos). RUU ini muncul setelah kemarahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat keluarganya dihina di medsos.
Seperti dilansir dari media euronews, awal bulan ini, Erdogan mengatakan bahwa pemerintahnya bertekad untuk memperkenalkan undang-undang yang akan memaksa perusahaan media sosial untuk membuat kehadiran hukum di Turki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persyaratan itu berarti perusahaan media sosial dapat dimintai pertanggungjawaban finansial dan dipaksa untuk mematuhi keputusan pengadilan Turki.
"Sangat penting bahwa saluran-saluran ini dikendalikan," kata Erdogan kepada para anggota partai dalam pidato yang disiarkan televisi dari ibu kota, Ankara.
Penghinaan itu diarahkan di media sosial terhadap putri dan menantu Erdogan - Menteri Keuangan - ketika pasangan itu mengumumkan kelahiran anak keempat mereka di Twitter.
Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu mengatakan sejumlah "setan" telah ditahan terkait penghinaan itu.
Saat itu, banyak orang Turki mendukung keluarga presiden dan mengutuk penghinaan itu, termasuk politisi oposisi.
Tetapi yang lain menyatakan keprihatinan atas ancaman Erdogan terhadap perusahaan media sosial. Tagar #SosyalMedyamaDOKUNMA (#DontTouchMySocialNetworks) menjadi tren teratas di Turki saat itu.
Tonton video 'Erdogan soal Hagia Sophia Jadi Masjid: Kami Memperbaiki Kesalahan!':
Para kritikus khawatir ancaman Erdogan itu ditujukan untuk membatasi kebebasan berbicara di Turki dan mencegah akses ke informasi berita asing.
Namun, akhirnya RUU itu disahkan. Dengan diberlakukannya UU ini, perusahaan media sosial juga harus mematuhi perintah pengadilan Turki atas penghapusan konten tertentu atau akan menghadapi denda berat.
Undang-undang itu akan mempengaruhi jaringan sosial dengan lebih dari satu juta kunjungan unik setiap hari dan mengusulkan server dengan data pengguna Turki harus disimpan di Turki.
RUU kontroversial ini diajukan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dan mitra nasionalisnya, Partai Gerakan Nasionalis (MHP), yang memiliki mayoritas di parlemen, dan disahkan setelah perdebatan dimulai sejak hari Selasa (28/7) dan berlangsung hingga hari Rabu (29/7).