Seperti dilansir AFP, Jumat (5/6/2020), polisi AS memaksa demonstran untuk mundur sebelum Trump berjalan kaki ke gereja di dekat Gedung Putih untuk foto-foto pada Senin (1/6) waktu setempat. Tembakan bola merica dan bom asap itu sempat memicu kericuhan, dengan para demonstran berlarian menyelamatkan diri.
American Civil Liberties Union (ACLU) dan beberapa kelompok lainnya menuduh Trump dan pejabat-pejabat AS melanggar hak-hak konstitusional para pelaku kampanye Black Lives Matter dan para demonstran individual.
"Polisi melakukan tindakan terkoordinasi dan tak beralasan terhadap kerumunan demonstran dan melepaskan beberapa bahan kimia, peluru karet dan canon suara," sebut ACLU dalam gugatan itu.
St John's Episcopal Church yang dikunjungi Trump untuk berfoto, terletak di seberang Taman Lafayette, yang ada di depan Gedung Putih dan menjadi lokasi utama unjuk rasa memprotes kematian Floyd. Gereja bersejarah itu sempat dilanda kebakaran dan dicoret-coret dalam unjuk rasa pada akhir pekan lalu.
Trump mengunjungi gereja itu dengan berjalan kaki dari Gedung Putih, setelah bersumpah akan mengerahkan ribuan tentara bersenjata lengkap untuk menghentikan kerusuhan yang mewarnai unjuk rasa di berbagai wilayah.
Para demonstran yang turun ke jalanan dalam sepekan terakhir menyuarakan kemarahan atas pembunuhan Floyd oleh polisi Minneapolis pada 25 Mei lalu. Demonstran juga memprotes rasialisme sistemik dan kebrutalan polisi.
"Serangan kriminal (Trump) yang terang-terangan terhadap demonstran karena dia tidak setuju dengan pandangan mereka telah mengguncang fondasi tatanan konstitusional negara kita," ujar Direktur Legal ACLU, Scott Michelman.
Jaksa Agung AS, Bill Barr, pada Kamis (4/6) waktu setempat membela pasukan keamanan AS dan menyebut pembersihan demonstran tidak terkait dengan aktivitas Trump berjalan kaki ke gereja. (nvc/ita)