Malawi sejauh ini baru mengkonfirmasi 17 kasus positif Corona dan dua kematian. Namun, Presiden Malawi Peter Mutharika telah memperingatkan bahwa tanpa lockdown, COVID-19 dapat membunuh sekitar 50.000 orang.
Tidak lama setelah Presiden Mutharika mengumumkan lockdown pada pekan lalu, sejumlah pedagang turun ke jalan guna memprotes kebijakan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia membawa kasus ini ke pengadilan, yang kemudian memutuskan untuk menghentikan sementara lockdown selama 7 hari menunggu selesainya peninjauan kembali. Pihak koalisi menuduh pemerintah melakukan "pendekatan sembrono".
"Apa yang kami inginkan adalah keseimbangan hak asasi manusia saat memerangi pandemi. Lockdown itu mungkin dilakukan dengan langkah-langkah yang sehat dan bukan tindakan biasa yang dimaksudkan untuk menggagalkan kebebasan orang," kata pemimpin koalisi, Gift Trapence.
Sementara itu, kekhawatiran pemerintah adalah virus akan terus menyebar. "Dalam tujuh hari yang diberikan hakim untuk persidangan antar partai, dia tidak mengeluarkan perintah terhadap virus untuk berhenti menyebar," kata jaksa agung negara bagian Kalekeni Kaphale, kepada media setempat pada akhir pekan.
(rdp/ita)