Siaran-siaran propaganda pro-pemerintahan Xi Jinping beberapa pekan belakangan memuji respons penanggulangan wabah ini sebagai cerita sukses dan teladan bagi negara-negara lain.
Namun apa benar kebijakan lockdown bakal berhasil memukul mundur COVID-19? Kepala divisi epidemiologi dan biostatistik Hong Kong University's School of Public Health, Ben Cowling memprediksi begini: bila nanti lockdown diakhiri, maka orang-orang Hubei dan sekitarnya akan bepergian kembali ke wilayah-wilayah lain. Kemungkinan, virus itu bakal merebak lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Pertanyaannya, apa yang terjadi bila ada suatu wabah gelombang kedua, karena langkah seperti ini (lockdown) tidak diperlukan sebagai langkah berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama," kata Ben Cowling.
Kini di Provinsi Hubei (yang menaungi Wuhan), pembatasan lockdown sudah diperlonggar. Pabrik-pabrik sudah diperintahkan untuk beroperasi kembali secara bertahap. Pemerintah mengatakan penduduk yang berisiko rendah dan menengah COVID-19 diperbolehkan bepergian di dalam area provinsi. Di Wuhan sendiri, pusat karantina masal untuk pasien bergejala ringan sudah ditutup semua.
WHO: 70% pasien di China sembuh
Terlepas dari cara keras lockdown di Wuhan, terlepas juga dari dampak trauma psikologis dan ekonomi yang diakibatkan dari lockdown, nyatanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui pencapaian China. WHO menyebut lebih dari 70 persen dari jumlah total pasien virus Corona di China daratan telah berhasil sembuh. WHO juga menyebut China mulai bisa 'mengendalikan wabah ini'.
"Kita perlu ingat bahwa dengan tindakan dini yang tegas, kita bisa memperlambat virus dan mencegah penularan. Di antara mereka yang terinfeksi, kebanyakan akan sembuh," sebut Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, kepada wartawan di Jenewa, Swiss, seperti dilansir AFP, Selasa (10/3).
"Dari 80 ribu kasus yang dilaporkan di China, lebih dari 70 persen telah sembuh dan dipulangkan (dari rumah sakit)," ungkap Tedros.