Anindia pertama mengetahui JAD tahun 2009 atau 2010 ketika menonton sebuah program berita soal ulama radikal yang ditangkap karena keterlibatan dalam kamp pelatihan di Aceh. Dia terus mengikuti berita soal JAD melalui teman-temannya di Indonesia. Belakangan, Anindia menemukan teman-teman di Singapura yang memiliki ideologi yang sama.
Salah satu jaksa penuntut umum, Nicholas Khoo, menyebut Anindia dan tiga PRT Indonesia lainnya diidentifikasi memiliki ideologi ISIS dan JAD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebutkan jaksa Singapura bahwa Anindia diperkenalkan dengan grup chat Telegram dan beberapa saluran lainnya, sebelum mulai mencari informasi soal ISIS dan kekejamannya. Anindia mulai mem-posting informasi yang dikumpulkannya via akun Facebook-nya dengan tujuan menyebarkan ideologi ISIS.
Bahkan Anindia mengunggah video-video pengeboman dan pembunuhan yang dilakukan ISIS. Setiap kali akun Anindia diblokir Facebook, dia membuat akun baru. Pada akhirnya semua akunnya diblokir.
Saat Anindia membaca lebih banyak informasi secara online dan bertemu teman-teman satu ideologi, ketertarikannya pada terorisme semakin bertambah dan dia merasa memiliki pikiran dan keyakinan yang sama dengan kelompok terorisme.
Sebagai contoh, dia sepaham dengan ideologi JAD dalam penggunaan kekerasan fisik terhadap pemerintah Indonesia demi menegakkan syariat Islam di Indonesia. Tidak hanya itu, Anindia juga mendukung aksi bom bunuh diri karena itu dinilai bisa membunuh lebih banyak 'musuh-musuh Islam'.