Metode baru ini, sebut CGTN, diberlakukan dalam versi kelima rencana diagnosis dan perawatan yang dirilis oleh Komisi Kesehatan Nasional China (NHC). Tidak dijelaskan lebih lanjut soal versi kelima tersebut oleh CGTN. Tidak dijelaskan juga apa alasan yang mendasari pengubahan metode diagnosis ini dan mengapa baru diterapkan sekarang.
Secara terpisah, seperti dilaporkan AFP, keputusan otoritas setempat memperluas metode diagnosis ini berarti otoritas medis bisa menggunakan rontgen paru-paru pada pasien 'suspect' virus corona untuk mendiagnosis virus ini, bukan hanya menggunakan tes nucleic acid yang selama ini dijadikan standar pemeriksaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data terbaru NHC pada Kamis (13/2) waktu setempat menyebut total 59.651 kasus virus corona terkonfirmasi di wilayahnya dan 445 kasus lainnya di luar China. Jumlah korban tewas di wilayah China daratan mencapai 1.361 orang. Dua orang lainnya meninggal di Hong Kong dan Filipina. Total secara global ada 1.363 orang meninggal akibat virus corona.
Sementara itu, di sisi lain, lonjakan drastis jumlah kasus di Hubei ini semakin memicu spekulasi bahwa parahnya wabah virus corona ini telah dilaporkan secara tidak semestinya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya memuji China atas transparansi dalam menangani wabah virus corona, yang bertolak belakang saat wabah sindrom pernapasan akut berat (SARS) muncul tahun 2002-2003 lalu.
Namun tetap ada pandangan skeptis secara global, dengan dugaan mungkin ada kemiripan dalam cara otoritas China menangani wabah SARS dulu. Terlebih, otoritas Provinsi Hubei pernah dituduh menutup-nutupi kegawatan wabah virus corona pada awal Januari lalu karena mereka menggelar pertemuan politik penting saat itu.
Zhong Nanshan, seorang ilmuwan terkemuka Komisi Kesehatan Nasional China, menyatakan bahwa dirinya memperkirakan wabah ini akan mencapai puncak pada pertengahan hingga akhir Februari. Namun di Jenewa, pejabat WHO memperingatkan untuk tidak mencapai kesimpulan prematur pada data otoritas China.
"Saya pikir masih terlalu dini untuk memprediksi awal, pertengahan atau akhir wabah ini sekarang," tegas Kepala Program Darurat Kesehatan WHO, Michael Ryan.
(nvc/ita)