Hal yang sama dialami Bayi Karim yang ramai diberitakan media internasional tahun lalu setelah kehilangan salah satu matanya akibat serangan udara rezim Presiden Bashar al-Assad. Seperti diberitakan media Turki, Anadolu Agency, bayi perempuan yang dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap rezim Assad itu pun harus tinggal di ruang bawah tanah.
"Saya membawa Karim dan abang-abangnya ke tempat perlindungan bawah tanah. Karim telah tinggal di tempat perlindungan selama delapan hari bersama abang-abangnya," kata ayah sang bayi, Ebu Muhammed kepada Anadolu Agency, Kamis (1/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikatakannya, tak ada listrik dan pemanas di tempat perlindungan bawah tanah yang banyak ditinggali anak-anak tersebut. Jauh di atas tempat perlindungan tersebut, pesawat-pesawat tempur sesekali melintas.
Tahun lalu, foto bayi Karim yang kehilangan sebelah matanya dan menderita luka parah akibat serangan pasukan pemerintah telah memicu kampanye solidaritas di media sosial. Karim yang saat itu baru berusia dua bulan, terluka saat peluru artileri menyerang sebuah pasar di Ghouta Timur pada tanggal 29 Oktober 2017. Ibunya sendiri meninggal dunia dalam peristiwa itu.
Ghouta Timur yang dikuasai pemberontak, telah dikepung pasukan militer Suriah sejak tahun 2013. Namun, meski kawasan di pinggiran Damaskus tersebut dijadikan "zona de-eskalasi", pertikaian meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan ratusan warga sipil tewas dalam sepekan terakhir akibat serangan-serangan rezim Assad.
Situasi itu mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi pada Sabtu (24/2) lalu mengenai seruan gencatan senjata selama 30 hari di wilayah berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa itu. Namun meski begitu, serangan-serangan dilaporkan masih terus terjadi.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini