"Maladewa mengambil keputusan ini karena posisinya yang menentang keras setiap aktivitas yang mendukung terorisme dan ekstremisme," demikian pernyataan otoritas Maladewa yang masuk kawasan Asia Selatan ini, seperti dilansir Reuters, Selasa (6/6/2017).
Langkah Maladewa ini mengikuti keputusan Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab (UAE), Mesir juga Yaman yang terlebih dulu memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Negara-negara itu kompak menuding Qatar mendukung terorisme dan ekstremisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemutusan hubungan ini memperpanjang ketegangan sejak lama yang dipicu oleh dukungan Qatar terhadap kelompok Islamis tertentu, khususnya Ikhwanul Muslimin, yang dianggap sebagai organisasi teroris dan musuh politik berbahaya oleh negara-negara Teluk Arab.
Maladewa sendiri, yang lebih banyak dikenal sebagai surga pariwisata, selama ini berjuang menghadapi aliran besar para kaum mudanya yang bergabung dengan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Suriah dan Irak.
Maladewa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sempat akan dikunjungi Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz Al-Saud, beberapa waktu lalu. Namun rencana kunjungan itu batal karena ada wabah flu di negara berpenduduk 400 ribu orang itu.
Baca juga: Qatar Perintahkan Warganya Tinggalkan Uni Emirat Arab dalam 14 Hari
Pada Maret lalu, otoritas Maladewa mengumumkan proyek bernilai miliaran dolar AS yang didanai Saudi, yang akan fokus pada pariwisata kelas atas. Maladewa juga menyangkal klaim bahwa gugusan kepulauan itu akan dijual kepada otoritas Saudi.
Dalam pernyataan terpisah, seperti dilansir AFP, Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani menyerukan semua pihak untuk tenang dan mengutamakan dialog dalam menghadapi krisis kawasan ini.
Melalui pidato yang disiarkan saluran Al-Jazeera yang berbasis di Doha, Abdulrahman menyerukan dilakukannya 'dialog penuh keterbukaan dan kejujuran' untuk menyelesaikan krisis ini.
(nvc/ita)











































