Dalam wawancara dengan Reuters, Jumat (22/7/2016), Erdogan mengakui percobaan kudeta baru masih mungkin terjadi. Namun Erdogan menegaskan, hal itu tidak akan bisa terjadi dengan mudah karena kini Turki lebih waspada.
"Sudah jelas bahwa ada celah dan kekurangan signifikan dalam intelijen kami, tidak perlu menyembunyikannya maupun menyangkalnya. Saya memberitahukan hal ini kepada kepala intelijen nasional," terang Erdogan kepada Reuters dalam wawancara di istana kepresidenan di Ankara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erdogan menuding ulama Fethullah Gulen, mantan sekutunya yang bermukim di Amerika Serikat (AS), sebagai dalang percobaan kudeta itu. Dalam operasi penangkapan massal terkait kudeta, yang memfokuskan pada para pengikut Gulen, lebih dari 60 ribu tentara, polisi, hakim, pegawai negeri dan tenaga pendidik ditindak tegas, mulai dari dipecat, diskorsing, ditahan atau diselidiki polisi.
Dituturkan Erdogan, rapat Dewan Tertinggi Militer (YAS), badan yang berwenang mengawasi militer Turki, akan digelar pada 1 Agustus mendatang. Dia menyebut rapat itu mungkin akan dimajukan satu pekan, dengan tujuan mempercepat restrukturisasi, atau perombakan militer. Rapat YAS akan dipimpin oleh Perdana Menteri Turki dan turut menyertakan Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Gabungan Militer Turki.
"Mereka semua akan bekerja bersama untuk mencapai apa yang bisa dicapai, dan ... dalam waktu singkat, struktur (militer) baru akan muncul. Dengan struktur baru ini, saya yakin militer Turki akan memiliki banyak personel baru yang segar," tegasnya.
Baca juga: Dikritik Soal Penangkapan Massal Usai Kudeta, Presiden Erdogan Berang
"Setelah semua yang terjadi, saya pikir mereka sekarang mempelajari pelajaran penting. Ini merupakan proses yang terus berlangsung, kami tidak akan berhenti, kami akan terus bergerak aktif, kami punya rencana," imbuh Erdogan.
Mengenai perburuan para pendukung Gulen, Erdogan menegaskan otoritas Turki tidak akan berhenti. Erdogan menyebut pergerakan Gulen sebagai organisasi teroris dan separatis dan menyamakannya dengan militer Kurdi yang terus diperangi Turki selama tiga dekade terakhir.
"Kami akan terus melawan ... ke manapun mereka pergi. Orang-orang ini telah menyusup ke dalam lembaga negara di negeri ini dan mereka memberontak terhadap negara," tandasnya.
(nvc/ita)











































