Erdogan menuding ulama ternama yang bermukim di AS itu sebagai otak kudeta gagal, yang menewaskan lebih dari 300 orang itu. Erdogan pun mendesak AS untuk mengekstradisi musuh utamanya itu sehingga bisa diadili di Turki.
Dalam wawancara dengan media Al-Jazeera seperti dilansir News.com.au, Kamis (21/7/2016), Erdogan mengatakan "akan jadi kesalahan besar jika AS memutuskan untuk tidak mengekstradisi Gulen".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami perlu lebih sensitif," tuturnya. "Hubungan antara negara-negara kami didasarkan pada kepentingan, bukan perasaan. Kami ini mitra strategis," kata Erdogan kepada Al-Jazeera.
Pemerintah AS sejauh ini tidak berminat memenuhi tuntutan Turki untuk mengekstradisi Gulen. Upaya ekstradisi telah dilakukan Turki sejak tahun 2013 ketika skandal korupsi mengguncang pemerintahan Erdogan.
Sebelumnya, dalam percakapan telepon dengan Erdogan usai upaya kudeta pada 15 Juli lalu, Presiden AS Barack Obama menjanjikan bantuan AS dalam penyelidikan atas kudeta tersebut. Namun kemudian, Menteri Luar Negeri AS John Kerry meminta Turki untuk memberikan bukti-bukti, bukan tuduhan, terkait keterlibatan Gulen dalam upaya kudeta.
Gulen yang dulunya merupakan sekutu erat Erdogan, telah bermukim di AS sejak tahun 1999 silam. Ulama berumur 75 tahun itu memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Turki, dengan para pendukungnya yang banyak di media, kepolisian dan kehakiman.
(ita/ita)











































